Oleh ERNI SRI HARTATI)**


Penyelenggaraan pembangunan di dalam berbagai bidang di dunia tidak bisa disangkal lagi telah menimbulkan berbagai dampak positif bagi masyarakat luas karena telah menciptakan lapangan kerja baru bagi penduduk di sekitarnya. Namun keberhasilan itu seringkali diikuti oleh dampak negatif yang merugikan masyarakat dan lingkungan. Contohnya, pencemaran pada tanah dan air tanah.

Yang disebut sebagai pencemaran tanah dan air tanah merupakan keadaan dimana tanah dan air tanah telah mengalami penurunan kualitas yang signifikan sehingga menyebabkan terjadinya perubahan fungsi pada tanah dan air tanah tersebut, yang mana awalnya dapat menguntungkan bagi makhluk dan aspek lingkungan lain di sekitarnya sebagai salah satu aspek lingkungan yang berperan dalam keseimbangan lingkungan, berubah menjadi sebaliknya, yaitu merugikan dan menyebabkan dampak negatif, sehingga akhirnya membuat keadaan lingkungan tidak seimbang lagi.

Berbagai dampak ditimbulkan akibat pencemaran tanah, diantaranya adalah dampak pencemaran tanah terhadap kesehatan untuk paparan bahan kimia dari tingkat penyakit yang rendah sampai yang tinggi, dan yang paling parah yaitu pada dosis yang besar, pencemaran tanah dapat menyebabkan kematian.

Sedangkan selain pada kesehatan, dampak dari pencemaran tanah dan air tanah juga dapat terjadi pada ekosistem. Pencemaran tanah yang juga dapat memberikan dampak terhadap ekosistem salah satunya yaitu perubahan kimiawi tanah yang radikal dapat timbul dari adanya bahan kimia beracun/berbahaya bahkan pada dosis yang rendah sekalipun. Bahkan jika efek kimia pada bentuk kehidupan terbawah tersebut rendah, bagian bawah piramida makanan dapat menelan bahan kimia asing yang lama-kelamaan akan terkonsentrasi pada makhluk-makhluk penghuni piramida atas yaitu manusia, karena hubungan pada ekosistem merupakan hubungan yang saling bergantung satu sama lain.

Salah satu contoh dari kegiatan yang berpotensi dalam terjadinya pencemaran tanah dan air tanah adalah konversi lahan hutan. Konversi hutan menjadi tanaman perkebunan dalam jumlah yang sangat luas sangat mempengaruhi penyerapan air tanah. Misalnya, konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit yang pada dewasa ini sangat marak dilakukan.

Sangat banyak yang mengetahui bahwa perkebunan sawit menghasilkan tandan buah segar yang dibawa ke pabrik untuk diolah dan diambil minyaknya. Minyak sawit dikirim ke pabrik-pabrik pengelolahan sedunia, terutama Eropa, China, dan India. Bahan baku minyak sawit kemudian diolah lagi menjadi sejumlah produk seperti makanan sampai kebutuhan sehari-hari seperti shampo, sabun, dan deterjen.
Dan dengan naiknya harga bahan bakar minyak (BBM), minyak sawit juga dijual sebagai bahan bakar nabati untuk angkutan bermotor dan pembangkit tenaga listrik. Ini berarti bahwa dengan dilakukannya pembangunan perkebunan kelapa sawit merupakan solusi dari beberapa masalah, yaitu masalah ekonomi dimana dapat dilihat dari meningkatnya pendapatan dari produk yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit, dan juga tersedianya lapangan pekerjaan baru yang menjanjikan, serta dapat meningkatkan penerimaan devisa Negara, memperluas lapangan pekerjaan, meningkatkan produktivitas, dan daya saing, juga memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri. Selain masalah ekonomi, kelapa sawit juga dapat merupakan solusi bagi salah satu masalah lingkungan yang sedang kita hadapi yaitu semakin langkanya BBM, padahal permintaan akan penggunaannya semakin meningkat, yang juga merupakan salah satu masalah ekonomi. Kelapa sawit sekarang ini sudah mulai digunakan sebagai bahan bakar pengganti.

Kelapa sawit diketahui memiliki banyak keuntungan dengan dilakukannya pembangunan perkebunan dari buah yang satu ini. Namun, tentu masih banyak yang belum mengetahui bahwa kegiatan pembangunan perkebunan kelapa sawit yang sedang gencar dilakukan ini juga dapat menimbulkan dampak yang negatif. Kegiatan pertanian dan perkebunan, seperti aktivitas pemupukan, pengangkutan hasil, termasuk juga pengolahan tanah dan aktivitas lainnya, secara komulatif telah mengakibatkan tanah tersebut mengalami penurunan kualitas, karena secara fisik, akibat kegiatan tersebut mengakibatkan tanah menjadi bertekstur keras, tidak mampu menyerap dan menyimpan air.

Secara kimia, penggunaan herbisida dan pestisida dalam kegiatan perkebunan telah menjadi residu di dalam tanah. Demikian juga dengan pemupukan yang biasanya menggunakan pupuk kimia dan kurang menggunakan pupuk organik akan mengakibatkan pencemaran air tanah dan peningkatan keasaman tanah.

Sedangkan secara biologis, akibat aktivitas tersebut banyak mikroorganisme tanah yang mati. Padahal organisme yang ada di dalam tanah memiliki peranan yang sangat besar dalam siklus hara tanah.

Belum banyak masyarakat yang tahu bahwa tanaman sawit yang sudah dikenal dengan dengan berbagai kelebihannya tersebut juga merupakan tanaman yang rakus air. Akibatnya ketersediaan air tanah pada lahan yang menjadi perkebunan kelapa sawit tersebut menjadi semakin berkurang, yang mengganggu ketersediaan air bersih untuk kebutuhan manusia. Setelah air pada lahan tersebut habis, maka perkebunan sawit tersebut akan ditutup, dan akan dilakukan pembukaan lahan lain untuk dilakukannya pembangunan perkebunan kelapa sawit.

Dengan berkurangnya kuantitas air pada tanah dapat menyebabkan para petani tidak bisa lagi mengembangkan lahan pertanian pasca lahan perkebunan sawit ini beroperasi dan tanaman yang ditanam tidak akan bisa tumbuh sempurna, walaupun dilakukan percobaan untuk mengolah berbagai jenis tanaman, hasilnya akan selalu gagal dengan jumlah produksi 3 kali lebih rendah jika dibandingkan dengan lahan yang tidak memiliki tanaman sawit di sekitarnya, hal ini karena tingkat kesuburan tanah sudah berkurang. Sehingga lahan tersebut tidak dapat dimanfaatkan kembali serta menjadi terlantar dan pada akhirnya akan menjadi lahan kering juga gersang yang terbengkalai.

Selain dengan sifatnya yang rakus air, kelapa sawit juga dapat menjadi suatu polusi bagi tanah dengan limbahnya jika tidak dikelola sesuai dengan ketentuan pengolahan limbah yang semestinya. Peningkatan luas kebun kelapa sawit yang diiringi dengan peningkatan jumlah produksi, mengakibatkan bertambahnya jumlah atau kapasitas industri pengelolaan minyak sawit, yang juga menimbulkan pertambahan jumlah limbah yang dihasilkan. Limbah tersebut juga akan menambah kandungan timbal (Pb) di dalam tanah.

Pada umumnya, limbah cair industri kelapa sawit mengandung bahan organik yang tinggi sehingga potensial mencemari tanah dan air tanah. Sedangkan limbah padat pabrik kelapa sawit yang berasal dari proses pengolahan berupa tandan kosong, serabut atau serat, sludge atau lumpur, dan bunkil. Limbah padat yang tidak tertangani tersebut menyebabkan bau busuk, tempat bersarangnya serangga lalat dan potensial menghasilkan lindi yang dapat mencemari tanah serta air tanah.

Semua masalah yang timbul akibat adanya kegiatan pembangunan perkebunan kelapa sawit, disamping banyaknya keuntungan yang ditimbulkan, tidak akan dapat terjadi jika para pengelola perkebunan tersebut melakukan pengolahan terhadap limbah yang dihasilkan, dan juga melakukan reboisasi terhadap tanah pasca perkebunan kelapa sawit yang kuantitas unsur airnya telah berkurang atau bahkan habis.

Konsep pengelolaan limbah sawit dapat dilakukan dengan strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terpadu, dan diterapkan secara terus menerus pada setiap kegiatan mulai dari hulu hingga hilir yang terkait dengan proses produksi, produk, dan jasa untuk meningkatkan efesiensi pemakaian sumberdaya alam, mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan juga mengurangi terbentuknya limbah pada sumbernya.

Pengolahan limbah dapat dilakukan dengan cara memanfaatkannya kembali. Untuk limbah padat dapat dimanfaatkan untuk produksi kompos, bahan pulp untuk pembuatan kertas, pembuatan sabun dan media budidaya jamur, juga sumber energi, pembuatan berikat arang aktif, bahan campuran pembuatan keramik, serta pakan ternak ruminansia.

Tandan buah kosong yang merupakan limbah padat dapat dimanfaatkan kembali dilahan perkebunan kelapa sawit untuk dijadikan pupuk kompos, sedangkan cangkang buah sawit dapat dimanfaatkan kembali sebagai alternatif bahan bakar (alternative fuel oil) pada boiler dan power generation.

Untuk limbah cair masih banyak mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dan tanah. Limbah cair ini bisa digunakan sebagai alternatif pupuk di lahan perkebunan kelapa sawit yang sering disebut dengan land application. Limbah cair juga dapat dimanfaatkan untuk produksi biogas, pakan ternak, bahan pembuat sabun, serta pembuatan biodiesel, dan air sisanya dapat digunakan untuk pengairan bila telah memenuhi standar baku mutu lingkungan.

Tanah merupakan tempat hidup berbagai jenis tumbuhan dan makhluk hidup lainnya termasuk manusia, maka dari itu, semua kegiatan yang berhubungan dengannya haruslah aman bagi tanah itu sendiri dan juga terhadap keseimbangan ekosistem alam, agar akhirnya tidak menjadi suatu bencana dan kerugian bagi alam dan makhluk hidupnya.

**(Mahasiswa Program Studi S-1 Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru, Kalsel.