26 Mar 2013



Aula Bapelkes, Jalan yosudarso Palangka Raya 26 maret 2013, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Daerah Kalimantan Tengah menyelengarakan Pelatihan Penulisan dan Pelaporan investigasi peliputan lapangan yang diikuti oleh Sekitar 22 orang mahasiswa dan anggota lembaga jaringan. Pembukaan acara dimulai pada pukul 09.00 WIB diawali dengan sambutan oleh Arie Rompas selaku Direktur Eksekutif Daerah Walhi Kalimantan Tengah, dalam sambutanya beliau mengatakan bahwa “Tujuan dari kegiatan ini adalah meningkatkan kapasitas aktivis dalam penulisan dan laporan terkait dengan penyelamatan lingkungan”, harapannya” peserta dapat menuliskan pengalaman lapangannya dan berkontribusi pada advokasi penyelamatan lingkungan”, imbuh beliau.



Sambutan sekaligus pembukaan oleh Arie Rompas (Direktur WALHI KALTENG)

Setelah selesainya sambutan dari Arie Rompas kegiatan pelatihan penulisan dilanjutkan dengan penyampaian materi dari Heronika (Pimpinan redaksi Kalteng pos) tentang Kode Etik jurnalistik. Pengantar Materi kode etik jurnalistik menurut Bang Heronika semata-mata untuk mengenal dunia jurnalistik yang sangat mudah dikerjakan semua orang dalam memperoleh imformasi. Pekerjaan ini tidak hanya untuk wartawan saja namun bukan seorang wartawanpun boleh yang penting adalah bagaimana menulis dengan kaidah-kaidah yang benar. Sebagai aturan dalam jurnalistik diatur dalam UU No.40 tahun 1999 tentang pers, dimana pasal 4 ayat 1 disebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, juga diatur dalam UUD 1945 pasal 28 F amandemen ke-IV “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia “. Kode etik Jurnalistik adalah aturan  tata susila kewartawanan juga norma tertulis yang mengatur sikap, tingkah laku, dan tata krama penertiban. Kode etik jurnalistik berupa tangung jawab, kebebesan, kebenaran, tidak memihak, adil dan fair.

  
Penyampaian Materi “Kode Etik Jurnalistik” Oleh Bang Heronika Rahan (Pimpinan Redaksi Kalteng Pos)

Bang Heronika juga menjelaskan secara singkat sebagai pengantar tentang Investigasi yaitu sebuah penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta melakukan peninjuan, percobaan, dsb. Dengan tujuan memperoleh jawaban atas pertanyaan (tentang peristiwa, sifat atau khasiat suatu zat,dsb) penyidikan (nomina).

Setelah istirahat makan dan sholat atau isoma kegiatan dilanjutkan dengan materi membuat berita yang menarik (teknik wawancara, penulisan dan praktik) yang di sampaikan oleh Bang Pahit S Narottama (Wapimred Kalteng Pos). Bang Pahit mengegaskan kepada para peserta bahwa saat dilapangan untuk mencari imformasi harus mengunakan nurani dan tidak menangalkan idealismenya. Bang Pahit juga membedah tentang 5 W + 1 H, dimana rumus 5  +1H dikaitan dengan pelatihan yang sedang berlangsung, dimulai dengan  What = Apa,......Where = Dimana, When = Kapan-Tanggal, Why = Mengapa, Who = Siapa, Haw = Bagaimana. Dalam penulisan juga harus membedakan antara fakta dan opini, fakta dapat ditemukan secara langsung lewat pengamatan atau mendapatkannya dari narasumber dengan adanya komfirmasi kepada pihak yang lain (cek dan Balance), sedangkan opini adalah sesuatu imfomasi yang belum bisa dipertangung jawabkan. Maksud dari mengkomformasi kepada pihak lain adalah suatu imformasi harus berimbang tidak boleh hanya dimformasikan hanya secara sepihak. Jika ada narasumber mangkir dari hasil kesaksiannya maka sang penerima imformasi harus membuktikanya lewat rekaman dan lain-lain bahkan sang penerima imformasi bisa melaporkan yang mangkir tadi bisa dilaporkan dengan modus memberikan keterangan palsu.



Penyampaian Materi “Membuat berita yang menarik (teknik wawancara, penulisan dan praktik” Oleh Bang Pahit S Narottama (Wapimred Kalteng Pos)

Saat ingin melakukan investigasi maka penentuan topik itu sangat perlu bukan judulnya yang didahulukan sedangkan judul akan mengalir setelah adanya imformasi yang didapat. saat membuat judul itu harus ada asumsi yang mendasar dan dapat di pertangung jawabkan. Proses penjudulan harus sesuai dengan kontens atau isi, judul memang sangat diperlukan untuk menarik minat seseorang (publik) dalam hal membaca satu tulisan yang kita buat.

Ada istilah progxiniti atau pendekatan baik melalui geografis maupun kedekatan emosional dalam penulisan berita yang menfokuskan berita tentang inisiatif lokal. Dipenghujung penyampaian Bang Pahit menyebutkan bahwa pertemuan kita hari ini bukan pertemuan yang pertama maupun yang terakhir dan ingin membuka ruang diskusi bagi kawan-kawan peserta lewat email pahit s narottama @gmail.com.

Penutup pada sesi pelatihan hari ini disampaikan oleh Bung Fandy Ahmad dengan menyampaikan jadwal kegiatan pada esok hari.

Bersambung.............

Dari Sahabatmu
Aryo Nugroho W (Aryo Sang Penggoda)


Posted on 06.25 by Unknown

No comments

12 Mar 2013



Palangka Raya, 4-6 Maret 2013

Tari Mapakat Jari Isac dari sanggar Tunjung Nyaho Universitas Palangka Raya menyambut para peserta Side Event dalam rangka Pertemuan Daerah Lingkungan Hidup (PDLH) Walhi Kalimantan Tengah tahun 2013 dengan tema Diskusi Publik : Wewujudkan Kedaulatan Rakyat Atas Sumber-Sumber Penghidupan dan Keberlanjutan Lingkungan”, pagi itu di Aquarius Hotel. Tari Mapakat jari Isac melambangkan tentang kebersamaan dalam kehidupan untuk melindungi alam serta lingkungan yang berkelanjutan, dimana generasi berikutnya tetap mendapatkannya dengan baik. Setelah pentas seni selesai acara dilanjutkan dengan pembukaan oleh pembawa acara dan sekaligus meminta para peserta undangan (peserta side event) untuk berdiri dan bersama-sama menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Lagu kebangsaan Indonesia Raya pun dikumandangkan mengema diseluruh sudut ruang pertemuan namun salah satu peserta yaitu Bang Ethos selaku Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah meminta para peserta untuk mengulang kembali menyanyikan lagu kebangsaan tersebut, karena menurut beliau menyanyikan lagu Indonesia Raya harus dengan hikmat dan serius, lalu Bang Ethospun memimpin jalannya menyanyikan lagu Indonesia Raya untuk kedua kalinya. Dengan berakhirnya lagu Indonesia Raya acara dilanjutkan dengan sambutan serta pembukaan oleh Ketua Dewan Daerah Kalimantan Tengah periode 2009-2017 yaitu Bang Ethos.  


Gambar.1 Tari Mapakat Jari Isac



Gambar.2 Sambutan sekaligus pembukaan acara side event PDLH Walhi Kalteng 2013 oleh Bang Ethos HL selaku Dewan Daerah Walhi Kalimantan Tengah

Rehat Cofee Break pertama telah usai acara Side Event Diskusi Publik memasuki sesi pertama dimana sesi pertama ini diisi oleh beberapa nasarasumber yaitu : 1. Prof. Soetandyo Wignjosoebroto (Guru Besar Universitas Airlangga) 2. Pdt. Dr. Marko Mahin, STh, MA (Akademisi Universitas Kristen Palangka Raya), 3. Abet Nego Tarigan (Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) yang dipandu oleh Bung Danar. Prof.Soetandyo membuat sebuah makalah dengan judul Menemukan Alternatif Pemecahan Masalah Kontradiksi Antara Hukum Negara Dengan Hukum Adat Demi Terwujudnya Kedaulatan Rakyat  Atas Sumber-Sumber Penghidupan Dan Keberlanjutan Lingkungan. Prof.Soetandyo menjelaskan dalam makalahnya :

“Kalimantan Tengah memiliki sumberdaya alam dan mineral yang kaya, yang berpotensi bisa mensejahterakan masyarakat. Kekayaan yang besar telah mengundang datangnya investasi di bidang kehutanan, perkebunan dan pertambangan. Tak pelak lagi datangnya investasi mengundang datangnya pergeseran pendayagunaan kawasan, khususnya kawasan hutan yang berkonsekuensi pada terjadinya perjumpaan –- dan boleh dikatakan hampir selalu juga benturan-benturan antara kepentingan dan kekuatan sosial-ekonomi yang datang dari luar dan apa yang selama ini terstruktur sebagai kekuatan lokal”.


Gambar.3 Pemaparan dari Prof.Seotandyo Wignjosoebroto

Beliau juga menambahkan tentang dampak dari kekayaan sumberdaya alam Kalimantan yang akhirnya mendatangkan aktivitas ekonomi dari luar berdampak pada perubahan lingkungan masyarakat aseli. Sesuai dengan pemaparan beliau :
“Datangnya aktivitas ekonomik dari luar yang disahkan oleh hukum perundang-undangan nasional ke bumi Kalimantan itu tentu saja akan menimbulkan perubahan besar pada lingkungan kehidupan masyarakat pemukiman aseli.  Manakala datangnya perubahan berlangsung terlalu cepat, dan masyarakat setempat tak lagi mempunyai kesempatan dan peluang yang cukup untuk menyesuaikan diri ke situasi medan yang berubah.  Tertib kehidupan yang lama sebagaimana tertata berdasarkan tradisi hukum tua akan terdampak keras, dan kelangsungannya mengalami ancaman.  Kebijakan nasional yang sepertinya tak lagi berkehendak untuk melindungi masyarakat adat --yang semula terstruktur sebagai masyarakat hukum (rechtsgemeenschap) –- kian menegaskan terjadinya kooptasi yang akan mengunci masyarakat dan memerangkap warga-warganya ke dalam sistem ekonomi nasional dan global yang kapitalistik”.

            Dalam bagian terakhir dari makalah beliau, Prof.Soetandyo mengemukakan tentang bagaimana mengatasi masalah yang muncul dengan adanya aktivitas ekonomi yang merubah pola kehidupan masyarakat Kalimantan tersebut, adapun tulisan bagian akhir dari makalah beliau adalah sebagai berikut :
Terjadinya perubahan –- di manapun, juga di bumi Kalimantan ini -- memang tak terelakkan.  Tetapi, manakala terjadinya perubahan di negeri ini memang seperti disengaja sebagai bagian dari kebijakan ekonomi nasional untuk memanfaatkan setiap jengkal lahan, dan masalah yang diantisipasi akan timbul sebagai akibat kebijakan pembangunan itu hanya sebagai masalah kerusakan lingkungan fisik, dan serta merta mengabaikan kerusakan sosial komunitas-komunitas setempak, maka yang akan tertampakkan sebagai masalah hanyalah suatu insiden di luar kontrol yang dinamakan natural disaster dan bukan masalah yang berhakikat sebagai apa yang disebut social disaster.
Mengatasi masalah dengan pendekatan yang hanya berkiblat pada paradigma teknis-juridis, dan melupakan aspek-aspek sosial-kultural akan berujung pada terjadinya masalah yang tak akan mudah diselesaikan tanpa menimbulkan masalah lain susulannya.  Deforestation, perubahan iklim, kerusakan lingkungan, semua itu  tak akan bisa segera diselesaikan bila-bila aspek sosial-kultural tak diikutkan sebagai bagian dari kerusakan yang terjadi.  Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya tak akan memberikan manfaat apapun kepada kita semua apabila hanya dikuasai negara berdasarkan hukum konstitusi dan bersaranakan hukum perundang-undangan nasional, dan tidak menyertakan keberdayaan masyarakat setempat sebagai modal sosial yang tak bisa diabaikan.
Apabila alih-alih dijaga keberdayaannya, dan akan gantinya keberdayaan kekuatan lokal diperlemah untuk bisa dikooptasi untuk kepentingan yang dibilangkan sebagai kepentingan nasional yang masih saja berparadigma pertumbuhan, dan kesejahteraan rakyat tidak dipandang sebagai tujuan melainkan sebagai bagian dari suatu ‘trade-off’ saja, maka masalah yang timbul sebagai akibat kegagalan menjaga keberlangsungan lingkungan tidak akan segera bisa diatasi.  Apabila semua tertib kehidupan hanya diatur dengan hukum yang datang dari pusat, sedangkan peraturan daerah juga hanya memperkuat aspirasi pusat daripada daerah, maka yang terjadi akan tetap merupakan kegiatan yang eksplotatif daripada yang empowering.  Maka apabila alternatif pemecahan masalah harus dicari, maka alternative itu mungkin hanya bisa ditemukan dalam strategi yang ditunjukkan Professor Chambers sebagai the strategy of development from the backdoor.  [***]    

Pemaparan kedua disampaikan oleh Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia yaitu Bang Abert Nego Tarigan dengan judul presentasi beliau “mengembalikan hak rakyat atas sumber daya alam”. Materi pertama dalam presentasi Bang Abert menjelasakan tentang krisis lingkungan hidup dimana menurut beliau penyebab utama dari krisis lingkungan hidup adalah :(a) alih fungsi lahan, (b) pencemaran, (c) degradasi dan deforestasi. Hal ini disebabkan oleh pembukaan pertambangan, perkebunan besar, pariwisata, industri dan pembangunan infrasturuktur diareal tanaman pangan dan atau daerah penyangganya. Sedangkan dampak dari krisis lingkungan menyangkut tentang : di tahun 2012, terjadi 503 kali banjir dan longsor yang menewaskan 125 orang,serta kebakaran hutan dan lahan sekurang – kurangnya 17,000 ha.  Diperkirakan 470 Daerah Aliran Sungai rusak. sedang dampak krisis lingkungan bersifat ekologi berdampak pada : (a) korban nyawa, (b) menurunnya produktifitas rakyat dan (c) hilangnya sumber penghidupan rakyat.

Setelah berbicara mengenai krisis lingkungan hidup berserta dampaknya Bang Nego membicarakan tentang fenomena perubahan iklim dimana perubahan iklim bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan sebuah akumulasi dampak dari sebuah kegagalan sistem ekonomi dan model pembangunan yang abai dengan keberlanjutan nasib makhluk bumi. Kondisi ini diperkuat dengan analisis yang tertuang dalam buku Vandana Shiva, seorang eco-feminist yang berjudul Water Wars menuliskan bagaimana krisis air terjadi karena degradasi hutan, pertanian monokultur dan pertambangan skala besar yang sangat rakus akan air yang menyumbang emisi sangat besar.


Gambar.4 Pemaparan dari Bang Abert Nego Tarigan

Sedangkan akhir dari presentasi Bang Nego menyoroti tentang upaya penyelesaian dari seluruh kasus-kasus terkait hak rakyat atas sumber daya alam yaitu :
Upaya
Kendala dan Tantangan
Litigasi
      Penyelesaian berbasis kasus per kasus
      Tidak menjawab akar konflik
      Kesulitan masyarakat membuktikan dokumen formal atas tanah
      Biaya pengadilan mahal untuk masyarakat
      Ketiadaan pendampingan hukum masyarakat
Desk Penyelesaian Konflik
Berbasis kasus  per kasus
Tidak menjawab akan konflik
Pendekatan sektoral
Sangat tergantung kepada kecakapan dan kesiapan aparatus pemerintah
Private sector Initiative
Berbasis kasus per kasus
Bersifat voluntary
Tidak menjawab akan konflik
Dapat berujung pada “legitimasi” ekspansi industri
Tidak ada jaminan seluruh perusahaan bergabung dalam inisiatif yang dikembangkan

Sedangkan upaya yang didorong oleh WALHI sendiri berupa : Mendorong perubahan sistem ekonomi dan politik menuju pada tatanan ekonomi politik yang berasaskan pada keadilan ekologis, sosial, ekonomi dan budaya inter dan antar generasi. Bersama dengan civil society for climate justice, WALHI mendorong 4 pilar HELP: human security, ecological debt, land tenure, production-consumtion. Mendorong lahirnya UU Perubahan Iklim, moratorium berbasis capaian. Mendorong kelembagaan penyelesaian konflik agraria dan SDA sebagai sebuah jalan untuk mewujudkan keadilan ekologis. WALHI menggandeng seluruh kekuatan masyarakat sipil untuk mengambil peran dalam penyelamatan lingkungan dan sumber-sumber kehidupan rakyat.

Pemaparan ketiga dari Bapak Pdt. Dr. Marko Mahin, STh, MA, Akademisi dan juga seorang pendeta ini menyampaikan presentasinya tentang : keterancaman masyarakat adat dalam politik pengelolaan sumber daya alam (SDA). Dalam pembukaan presentasi dari Bapak Marko ini beliau menyebutkan tentang pengelolaan sumber daya alam mempunyai dua peran yaitu : 1. Posisi dan peran strategis atas sumber daya alam, 2. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumber daya alam. Untuk peran yang pertama tengan posisi dan peran strategis atas sumber daya alam beliau menyebutkan bahwa : Sumber daya alam merukan elemen yang  melekat dengan kewilayahan, mempunyai basis material bagi kehidupan dan mempunyai elemen kunci untuk mengerakan struktur ekonomi politik negara dan masyarakatnya. Sedangkan peran kedua dimana pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumber daya alam Bapak Marko menjelaskan : yang mempunyai kepentingan atas sumber daya alam adalah : 1. Investor, 2. Partai politik, 3.Pemerintahan, 4. Masyarakat.


  Gambar.5 Pemaparan dari Bapak Pdt. Dr. Marko Mahin, STh, MA

Berikutnya Bapak Marko menjelaskan tentang Alienasi politik yang berbentuk : Undang-Undang sektoral, Tidak adanya unsur-unsur  “transparency”, “public participation”, “accountability” dan “responsibility”, yang secara keseluruhan disebut sebagai tata pemerintahan  yang baik (good governance) dan Tidak adanya mekanisme peranserta masyarakat dan pengawasan yang setara. Sedangkan alienasi politik sendiri menyasar kepada : alienasi Ekonomi, alienasi sosial dan alienasi budaya. Untuk keterancaman masyarakat adat meliputi :
1.      Menjadi Penonton
2.  Menjadi Obyek Penderita, individu berfungsi sebagai instrumen, bukan sebagai makhluk sosial.
3.      Terasing Dari  Alam
4.      Terasing dari sesama manusia.
5.      Terasing Dari  Alat Produksi
6.      Terasing Dari Proses Produksi
7.      Terasing Dari Hasil Produksi

Presentasi terakhir dari Bapak Marko menjelaskan tentang De-Alienasi meliputi 2 (dua) hal yaitu : Revolusi ----- membangun sistem baru dengan menghancurkan sistem lama dan Strukturasi -----membangun sistem baru dengan menggunakan sistem lama.

Setelah ketiga narasumber selesai memaparkan presentasinya masing-masing acara selanjutnya yaitu sesi diskusi.
 

Gambar.6 Susana diskusi sesi pertama



Bersambung..........

Dari Sahabatmu

Aryo Nugroho.W (Sang Penggoda)







Posted on 09.56 by Unknown

1 comment



Burung Tingang merupakan satwa langka yang terdapat di hutan rimba Kalimantan. Tercatat sebagai keturunan burung yang hidup sejak ribuan tahun lalu. Sejak lama burung tingang memang sudah menjadi salah satu burung yang “dipuja” dibanyak kebudayaan kuno, termasuk suku Dayak di Kalimantan. Burung tingang pada beberapa kebudayaan kuno menjadi bagian ritual religi yang melambangkan kebebasan, kesucian dan mithologi. Burung yang dianggap memiliki kekuatan gaib oleh suku dayak ini, Kini ia termasuk dalam daftar hewan yang dilindungi karena terancam punah. Oleh karena itu hewan yang memiliki paruh yang cantik ini termasuk dalam satwa yang dilindungi di Indonesia. Burung Tingang ini memiliki ciri khas yang tersendiri antara lain; ukuran tubuh yang besar, kurang lebih dua kali ayam kampung dan memiliki paruh yang sangat besar menyerupai tanduk berwarna kuning gading, dari kepala sampai leher memiliki bulu yang seperti rambut manusia. Ekor memiliki warna yang memiliki makna tersendiri menurut orang dayak yaitu; putih,hitam dan putih. Dari kejauhan, burung ini dapat dikenali melalui suara yang parau lantang. Burung dengan ukuran tubuh yang sangat besar, dengan suara yang keras serta beberapa jenis memiliki warna tubuh yang mencolok, merupakan burung yang sangat jarang dijumpai.

Dalam kepercayaan umat hindu kaharingan, burung tingang memiliki makna tersendiri. Berdasarkan mithologi agama hindu kaharingan, di lewu batu nindan tarung (alam atas), Tingang Rangga Bapantung Nyahu (burung tingang) adalah  salah satu penciptaan Ranying Hatala melalui perubahan wujud Luhing Pantung Tingang (destar) yang dipakai oleh Raja Bunu ketika ia menerima Danum nyalung Kaharingan belum (Air Suci Kehidupan). Seperti yang terdapat dalam ayat-ayat kitab suci panaturan.

Pasal 27 ayat 21
Hayak auh nyahu batengkung ngaruntung langit, homboh malentar kilat basiring hawun,Luhing pantung tingang basaluh manjadi Tingang Rangga Bapantung Nyahu”.

Bersama bunyi Guntur menggemuruh memenuhi alam semesta, petir halilintar menggetarkan buana, Luhing pantung tingang kejadian menjadi Tingang Rangga Bapantung Nyahu (burung enggang).

 Kemudian burung tingang tersebut tinggal dan menempati Lunuk Jayang Tingang Baringen Sempeng Tulang Tambarirang (Pohon Beringin), dimana pada saat Balian Balaku Untung wujud burung tingang itu memberkati kehidupan manusia melalui perjalanan Banama Tingang (perahu) untuk mendapatkan berkat dan karunia dari Ranying Hatala.

Oleh karena itu dalam setiap upacara basarah yang dilakukan oleh umat hindu kaharingan selalu terdapat dandang tingang (bulu ekor tingang) sebagai sarana pelengkap yang terdapat didalam sangku tambak raja mendapatkan bulau untung aseng panjang (berkat dan karunia-Nya) dari Ranying Hatala. Dilihat dari filsafat keagamaan hindu kaharingan sendiri dandang tingang memiliki makna simbolis didalam kehidupan umat manusia yaitu :
1.      Warna putih dibagian atas, berarti alam kekuasaan Ranying Hatala beserta manisfestasi-manisfestasi-Nya.
2.      Warna hitam di tengah, yaitu alam kehidupan manusia di pantai danum kalunen (dunia) yang penuh dengan rintangan dan cobaan.
3.      Warna putih dibagian bawah, berarti alam kekuasaan Jatha Balawang Bulau.

Dari ketiga warna tersebutlah yang menjadi warna corak dalam kehidupan umat hindu kaharingan yang diaplikasikan dalam bhakti sebagai ucapan syukur kepada Ranying Hatala dan Jatha Balawang Bulau melalui berbagai upacara-upacara yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Umat hindu kaharingan meyakini bahwa dalam bulu ekor tingang tersebut terdapat suatu kekuatan gaib yang menjadi pedoman hidup yang berlandaskan dengan Lime Sarahan (Lima Pengakuan Iman) dalam meyakini segala kekuasaan Ranying Hatala dalam kehidupan di dunia ini. [1]

Pembantaian Burung Tingang (Enggang)

Gambar dari Internet

SUNGAI RAYA, KOMPAS - Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan meminta dukungan banyak pihak untuk mencegah berulangnya pembantaian burung enggang, burung endemik Kalimantan Barat. Paruh burung itu diselundupkan ke luar negeri.

”Kenapa di luar negeri paruh burung enggang itu laku sekali sehingga memicu perburuan di Indonesia? Ini tak bisa dibiarkan dan harus ada keterlibatan berbagai pihak,” kata Zulkifli, seusai peresmian program Muhammadiyah Kalimantan Barat Menanam Pohon, di Kabupaten Kubu Raya, Selasa (29/1).

Sepanjang 2012, pembantaian burung enggang marak di Kalbar. Sebagian habitat enggang ada di luar kawasan lindung sehingga pengawasan lemah.
Keterlibatan sejumlah pihak di luar Kementerian Kehutanan, lanjut Zulkifli, penting agar persoalan itu bisa diselesaikan lintas sektor. ”Dukungan banyak pihak sangat penting karena kami tak bisa sendirian,” ujarnya.

Gambar Paruh Engang
Anggota Kalimantan Birding Club, Firdaus, menjelaskan, perburuan burung enggang terakhir kali diketahui akhir 2012. Ketika itu, tim Ekspedisi Uud Danum menemukan perburuan 14 enggang di Kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang.

Menurut dia, paruh dan batok kepala burung enggang bernilai Rp 4 juta per buah di luar negeri. ”Tiga tahun lalu harganya Rp 800.000 per buah. Semakin sulit diperoleh, harganya makin mahal. Kami khawatir, tanpa upaya serius pemerintah, burung enggang simbol Kalbar suatu saat tinggal nama,” kata Firdaus.[2]

Keperdulian kita terhadap lingkungan semakin diperlukan segera dan mendesak mengingat keselarasan alam telah kian memudar dengan adanya nafsu-nafsu jahat dalam diri manusia. Kalau tidak melakukan keperdulian sekarang kapan lagi. Rumah (hutan) burung tinggang sudah berubah fungsi menjadi perkebunan sawit skala besar, kemana mereka akan berdiam jika diluar mereka diburu, Save to : Burung Tinnggang (Enggang).

Sahabatmu

Aryo Nugroho.W.


Posted on 01.14 by Unknown

No comments