8 Apr 2013



Ruang kelas lingkar belajar keadilan iklim (lbki) Walhi Kalimantan Tengah telah dimulai kembali, Hotel Batu Suli Nasional (5-7/4/2013). Lingkar belajar keadilan iklim diikuti oleh belasan mahasiswa dari Universitas Palangka Raya dengan berbagai macam jurusan ini dipandu oleh Sentot Setyasiswanto S.Sos asal potianak Kalimantan Barat, selama tiga hari pelatihan. Pelatihan dengan tajuk riset dan pemantauan ini diharapkan dapat seperti LBKI angkatan I dimana para peserta dapat menuliskan permasalahan-permasalahan masyarakat berkaitan dengan keadilan iklim dan perubahan iklim.

Walau waktu pada pelatihan kali ini lebih pendek dibandingkan pelatihan LBKI yang sebelumnya namun tidak menyurutkan langkah untuk tetap bersemangat dalam menuliskan permasalahan-permasalahan masyarakat yang sedang di hadapi. Selama tiga hari pelatihan peserta di ajak oleh si pemandu untuk lebih banyak membaca dimana bahan bacaan di peroleh dari buku-buku yang disediakan oleh panitia maupun membaca klipingan koran Walhi Kalteng berdasarkan isu yang diminati perserta  untuk penunjang data awal dalam memulai sebuah penulisan.

Metode ajar yang sedikit berbeda dengan proses pelajaran dikampus ini lebih menekankan pada proses belajar dua arah dimana pemandu tidak hanya memberi ceramah berupa materi namun peserta juga diwajibkan untuk turut serta dalam menentukan materi yang dinginkan atau disampaikan sesuai dengan pengalaman yang didapat. Bahkan sipemandu menawarkan kepada peserta yang sedang membuat atau masih sedang mengajukan tulisan tentang tugas akhirnya dikampus dapat difasilitasi dalam kegiatan pelatihan ini.

Ruang kelas pertama di buka dengan penyampain materi dari direktur Wahana Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah, Pria berdarah manado-dayak yang mempunyai sapaan Rio ini menyampaikan tentang persoalan perubahan iklim, dimana iklim berubah sejak adanya revolusi industri pada abad 17-19.

Setelah penyampaian materi dari Rio sesi selenjutnya di pandu oleh Sentot dimana peserta diajak untuk menentukan pilihan isu yang ingin ditulis secara berkelompok. Ada empat isu yang ingin dikaji lebih dalam oleh peserta yaitu : 1. konflik lahan di Kalimantan Tengah, 2.Hukum adat VS hukum Nasional, 3. Perubahan Iklim dan 4. Ketahanan Pangan di Kalimantan Tengah. Pada proses sebelumnya para peserta sudah melewati berbagai macam rangkain diskusi membahas terkait isu yang ada diatas sehingga pada kesempatan pelatihan ini isu-isu tersebut lebih dipertajam lagi dengan metode-metode riset. Langkah awal yang dilakukan peserta adalah memperkuat argumen mengapa harus mengambil isu-isu tersebut, apa dasarnya sehingga isu tersebut menjadi menarik untuk dikaji lebih dalam serta apa tujuannya. Walaupun seluruh peserta telah mempunyai asumsi atas argumennya masing-masing yang menjadi landasan pemilihan isu namun dinilai masih kurang dikarenakan data awal sebagai landasan utama tidak nampak disana sehingga yang terlihat hanya argumentasi berdasarkan karangan yang direka-reka. Oleh itu sipemandu mengerakan peserta untuk mencari data awal sebagai bahan memperkuat argumen lewat buku-buku penelitian sebelumnya berserta berita-berita media cetak yang telah di kliping. Setelah membaca dan mengumpulkan data yang berasal dari berita pesertapun mempresentasikan hasil temuanya, namun tidak semua peserta menemukan apa yang dicari atau dalam pengertian lain apa yang dipresentasikan tidak sesuai dengan kontek yang diharapkan. Pesertapun dikomandokan untuk mencari kembali klipingan yang sesuai dengan isu yang ingin ditulis.

Pada hari selanjutnya peserta tetap berkutat pada argumen dan mendalami isi bacaan-bacaan yang telah disediakan. Kegiatan membaca memang membosankan bagi sebagian orang namun pada rangkaian kegiatan pelatihan ini suka tida suka kegiatan membaca harus tetap dijalani kalau tidak peserta akan mengalami kesulitan untuk menentukan langkah selanjutnya.

Pada sesi akhir kegiatan pelatihan peserta telah mampu meletakkan dasar pertanyaan terkait isu yang dikaji lebih dalam berdasarkan metode riset, dimana isu-isu diatas mengkrucut pada study kasus. Bagian hukum lebih menyoroti tentang kasus PT.Indomoro Kencana yang bersiteru dengan dewan adat dayak (DAD) lalu memunculkan sebuah pertanyaan bagaimanakah hukum adat dapat menyelesaikan seteru ini. Sedangkan kelompok yang mengawal isu tentang konflik lahan terbagi menjadi dua sasaran pertanyaan, pertama lebih menyoroti tentang apa penyebab konflik lahan di Kabupaten Kotawaringin Timur meninggi dan yang kedua menyoroti tentang hubungan pasar sawit terhadap konflik lahan di Kabupaten Kotawaringin Timur. Kelompok yang mengusung isu ketahan pangan menyasar tentang apakah kebijakan pemerintah mempengaruhi penurunan ketahanan pangan di Kabupaten seruyan. Kelompok terakhir yaitu itu keadilan iklim lebih memfokuskan pada program REDD+ yang ada di Kalimantan Tengah tentag apa dampak postif yang diterima oleh masyarakat dan perubahan dalam kontek iklim.

Pelatihan telah berakhir namun peserta masih menyisakan tugas tulisannya  yaitu menyusun desain riset yang ingin dikaji lebih dalam sehingga saat mencari data lapangan peserta sudah tidak mengalami kebingungan. Pelatihan selanjutnya akan lebih banyak mengupas tentang metode teknik pengalian data lapangan.

“Kalau kamu bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis”. [Imam Al-Ghazali]

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalammasyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”( Pramoedya Ananta Toer)

Dari Sahabatmu, Aryo Nugroho,W.
Alumni Lingkar Belajar Keadilan Iklim Angkatan I, Staf Pergorganisasian dan Penguatan Komunitas Wahana Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah.

Posted on 07.15 by Unknown

No comments

7 Apr 2013

Waseng adalah sebuah nama pangilan buat anak lelaki di minahasa, tepatnya di Kakas di daerah pinggir Danau Tondano tempat ayah dan keluarga Rompas di besarkan… Waseng mengambarkan seorang lelaki yang pemberani dan sedikit anarkis…

Waseng yang mempunyai nama sebenarnya Arie Rompas tapi banyak orang memangilnya dengan RIO, terlahir dipulau Borneo tepatnya di Kalimantan Selatan kota Banjarmasin pada tanggal 3 agustus 1979, saat sang Ayah sedang bertugas di Kalimantan. Pada usia 8, 5 tahun hijrah ke Manado. Semasa kecil banyak di habiskan di Kakas hingga SMP, SMA hijrah ke Manado dengan beberapa kali pindah sekolah dan akhirnya bisa lulus dengan selamat.. (karna kebanyakan naek gunung kale…..)

Setelah lulus SMA tahun 1998 mengembara ke Kalimantan tempat tanah kelahiran dan kuliah di Fakultas Ekonomi Unpar, tujuh tahun menjalani perkuliahan dan banyak dihabiskan di organisasi terutama di Mapala Comodo FE Unpar dan sempat menjabat sebagai ketua Umum Periode 2002-2004, saat ini masih di daulat lagi sebagai ketua dewan pertimbangan periode 2006-2008.
Semasa kuliah banyak menjelajah pedalaman hutan Kalimantan, Ekspedisi Kahayan Tahun 2001 _Panjat Tebing Bukit Batu Telunjuk, Tahun 2003 Ekspedisi Mapala Se_Indonesia mengapai puncak tertinggi Pulau Borneo bagian Indonesia ( Bukit Raya 2278 Mdpl) dan menembus sungai-sungai besar di Kalimantan dengan berbagai Research yang sering dilakukan.

Setelah selesai kuliah pada tahun 2005 mulai aktif di gerakan lingkungan hidup bersama Walhi Kalimantan Tengah sebagai kordinator advokasi dan kampanye hingga saat blog ini di tulis. Selain aktif di Walhi juga merupakan aktivis di lembaga Poker SHK Kalteng sebagai anggota tetap.
Selanjutnya mengembara ke Bogor dan mengorganisir petani sawit yang tergabung dalam Serikat Petani Kelapa Sawit Di Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat untuk merebut ruang-ruang pengelolaan sumberdaya alam dan mengancurkan sistem perkebunan kelapa sawit skala besar.
Dalam menjalankan hidup selalu dengan keberanian, karena hidup bagiku adalah masalah keberanian, selalu menghadapi tanda tanya tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawar… maka terimalah dan hadapailah…..Yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan adalah dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan…”

Dari Blog Pribadi, Rio Rompas

Posted on 22.44 by Unknown

1 comment


Seruan Front Peduli Rakyat Kalteng
“Bebas Dari Penjajahan Ekologi
Untuk Keadilan Iklim”
Dalam Rangka Memperingati Hari Bumi 22 April 2009
Liberalisme, akar kerusakan lingkungan

Indoensia merupakan salah satu Negara yang menganut sistem ekonomi politik neoliberalisme karena Indonesia merupakan salah satu negara yang strategis untuk menjalanken ekonomi kapitalis oleh negara-negara imprealis.

Saat ini konsolidasi kekuatan imprelisme di Indonesia mengisntrumenkan basis sosial yang bercorak feodalisme, dimana konsolidasinya adalah monopoli tanah. Hal ini merupakan fakta yang tidak terbantahkan dimana konsolidasi modal adalah pengusaan atas tanah yang luas dengan industri perkebunan skala besar, HPH dan HTI, dan tambang dimana syarat utama adalah membutuhkan tanah yang luas. Industri ini menguasi hampir dari setengah daratan Indonesia terutama perkebunan sawit yang saat ini merupakan komoditas yang lagi laku dipasaran international. Celakanya akibat dari krisis keuangan dunia yang merupakan salah satu ciri keroposnya imprealisme, berdampak pada sektor-sektor yang merupakan basis kehidupan rakyat dimana petani, nelayan, buruh dan kaum miskin kota menyandarkan ekonominya.

Sementara corak ekonomi liberal indonesai tidak bertumpu pada perekonomian rakyat yang berbasiskan pada kerja kolektif dan kerja sosial rakyat. Industri yang dibangun adalah untuk mengabdi kepada kepentingan negara-negara maju. Ciri-ciri ini dapat dilihat dari industri yang ada di Indonesia merupakan industri kecil dan setengah jadi, artinya indonesia hanya menjadi wilayah penghisapan atas sumberdaya alamnya. Misalanya industri perkebunan sawit yang menghasilkan CPO dan produk turunanya 75 % dieksport keluar negeri,begitu juga Industri batu bara pada tahun 2007 hasil produksinya mencapai 200 juta ton / tahun namun 80 % nya untuk kebutuhan luar negeri hanya 40 juta ton atau 20 % yang dikomsumsi dalam negeri. Sementara sektor migas lainya sudah dikuasi oleh perusahan mutinasional yang berasal dari Negara-negar imprealisme pimpinan amerika serikat seperti Exxon, Freeport, Newmont dll. Fakta ini mencirikan Indonesia sebagai Negara yang setengah jajahan dimana sumber daya alam di abdikan untuk Negara maju.

Hampir setiap kebijakan ekonomi dan politik Indonesia diintervensi oleh lembaga-lembaga international seperti IMF. World Bank, ADB dan lainya. Bantuan utang selalu mensyaratkan konpensansi yaitu kebijakan yang menjual sumberdaya alam negeri ini. Sementara rakyat Indonesia mengalami beban hidup yang sangat berat dimana mereka akan terancam dengan kemiskinan, bencana ekologi dan kematian yang selau mengintai akibat rusaknya lingkungan hidup faktanya rakyat indonesi miskin diatas tanah yang kaya. Seharusnya pemerintah sudah mulai mengantisipasi kejadian bencana belakangan ini akibat kerusakan ekologi yang di sebabkan oleh industri ekstraktif yang merusak hutan dan merampas tanah rakyat. Moment krisis imprealisme tersebut seharusnya dijadikan pelajaran bahwa struktur ekonomi yang berbasiskan liberal tidak cocok untuk diterapkan diindonesia, kekuatan ekonomi rakyat dengan modal sumber daya alam yang kaya seharusnya menjadi modal yang utama untuk membangun ekonomi negara untuk kesejahteraan rakyatnya, namun sayangnya krisis ekonomi global justru semakin memacu pemerintah untuk menambah utang luar negeri, dimana Indonesia telah menyetujui utang luar negeri baru untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dari Jepang dan Perancis dengan nilai Rp 550 triliun akan menambah beban rakyat.

Proses demokrasi rakyat melalui pemilu tidak akan merubah apapun dari kondisi dan realitas rakyat hari ini, demokrasi semu ini masih dikuasi oleh para pemodal yang masuk menjadi legislator dan pemerintahan yang berkolaborasi menjadi kapitalis birokrat. Sudah dipastikan kedepanya pengerukan sumberdaya alam dan kondisi lingkungan akan semakin parah. Tujuan utama dari kaum kapitialis birokrat adalah mempertahankan basis social feodalistik yaitu monopoli tanah dan industri yang mengabdi pada negara maju.

Kekuatan politik rakyat masih jauh dari harapan justru bayangan kehancuran yang ada didepan mata dengan masih berkuasanya kelas penguasa yang berkolaborasi dengan kapitalis hari ini. Rakyat harus bergerak untuk menyurakan hak-hak dasar mereka sebagai manusia yang bebas dari penghisapan dan kepastian akan keberlajutan hidup dengan mencari altrenatif aspirasi politiknya.
Kondisi Sumber Daya Alam diKalimantan Tengah
Kalimantan tengah merupakan salah satu bagian integral dari wilayah republik indonesaia yang merupakan bagian dari situasi ini. Kalimantan tengah yang luas dan kaya akan sumberdaya alam tidak terlepas dari incaran kapitalisme melaui investasi yang ekstraktif. Dari data yang diperoleh walhi kalteng perijinan untuk perkebunan sawit hingga tahun 2008 berjumlah 323 buah dan sudah menguasai sekitar 4.051.416,35 hektar dan kebanyakan adalah perusahaan asing dan perusahaan monopoli seperti wilmar, musimas, sinarmas dan astra. Sementara ijin konsensi dikehutanan yang terdiri dari ijin HPH/IUPHHK,HTI,IPK dan IPHHK dengan jumlah 759 ijin konsensi juga sudah menguasai wilayah Kalimantan tengah seluas 4.932.145,49 yang sudah dipastikan menggusur wilayah kelola masyarakat dayak yang bergantung dari sumberdaya hutan. Yang paling parah adalah jumlah perusahaan tambang batubara, emas dan lainya yang paling massif dalam merusak lingkungan hidup dikalteng karena menggunakan sistem open pitmining (tambang terbuka). Ijin pertambangan (Ijin KK, PKP2B, KP, Ijin Pertambangan Rakyat Daerah dan Ijin Pertambangan Daerah) hingga tahun 2007 mencapai 563 ijin dengan luasan mencapai 3.310.490.44 ha. Kawasan ijin tersebut hanya dimiliki oleh segelintir orang saja yang paling mengerikan adalah wilayah penting yang merupakan kawasn resapan air sudah dikuasai oleh perusahaan multinasioanal seperti BHP.Biliton, PT.Indomuro Kencana, dan Asmin Koalindo yang terindikasi masuk dikawasan hutan lindung.

Melihat kondisi tersebut dari total wilayah dataran kalteng yang luasnya 15,356,800 Hektar, artinya 80 % wilayahnya sudah diberikan dan dikuasi oleh investasi dan pihak asing sejumlah 12,294,052.28 ha sementara sisanya untuk kawasan konservasi yaitu hutan lindung dan taman nasional. Hal itu menunjukan pengusaan tanah sebesar-besarnya diberikan kepada pihak investasi sementara rakyat kalimantan tengah tidak mendapatkan keuntungan dari investasi tersebut justru ancaman akan menjadi landless (tidak bertanah) dan kemiskinan absolut. Padahal melihat komposisi masyarakat Kalimantan Tengah penduduknya banyak bekerja disektor pertanian yang mengandalakan tanah sebagai alat produksinya. Selain industri tersebut salah satu ancaman adalah konservasi yang berbasikan kawasan dengan masuknya pihak asing dalam pengelolaan kawasan. Konservasi dimaknai sebagai hal-hal yang scientitis yaitu ilmu yang masih menyerap konsep yeloow stones ala amerika yang mensyaratkan proteksi kawasan untuk konservasi yang tentunya akan mengusir masyarakat yang sudah lama hidup dikawasan tersebut. Nilai-nilai pengelolaan kawasan berbasiskan kearifan lokal yang selam ini sudah dilakukan turuntemurun dipinggirkan bahkan dimusnakan oleh ilmu pengetahuan yang justru tidak ilmiah. Lembaga-lembaga konservasi ini selalu menggunakan tameng untuk penyelamatan lingkungan padahal sesungguhnya yang dikejar adalah motif ekonomi (bisnis konservasi) dan monopoli tanah yang merupakan basis sosial feodalistik yang masih dipertahankan oleh kapitalisme melaui kompradornya yaitu lembaga konservasi international.

Kalimantan tengah merupakan salah satu wilayah yang akan dijadikan demo untuk program REDD (Reduction Emision Degradation and Deforestation) salah satu hasil pertemuan PBB untuk perubahan iklim dibali tahun lalu (UNFCCC) yang mengabaikan nilai-nilai keadilan. Secara umum ini hanya metode akal-akalan Negara maju pimpinan amerika serikat seolah-olah peduli terhadap perubahan iklim akibat pemanasan global sehingga Indonesia sebagai salah satu negara tropis dipaksa untuk menjaga hutanya sementara mereka sendiri tidak mau menurunkan komsumsi dan industri yang mengakibatkan terjadinya efek rumah kaca yang paling besar. Mekanisme yang ditawarkan adalah kompensasi dengan menghitung karbon yang dikeluarkan oleh hutan Indonesia artinya fungsi hutan hanya dipandang sebagai komoditas yang merupakan ciri kapitalis. Kawasan sejuta hektar yang rusak akibat kebijakan fasisme orde baru merupakan salah satu kawasan yang akan dijadikan wilayah yang menggunakan konsep REDD dan coba menggandeng pihak swasta untuk merehabilitasi kawasan tersebut. Fakta ini menunjukan bahwa kawasan PLG dijadikan kawasan yang bernilai ekonomis karena masuknya pihak swasta dalam pengelolaanya akan lebih mengutamakan keuntungan daripada nilai sosial dan keanekaragaman hayati dari kawasan tersebut. Ini merupakan pengalihan tanggung jawab pemerintah kepada pihak swasta yang akan berdampak buruk bagi lingkungan dan keterancaman terhadap akses-akses penghidupan rakyat.

Akibat rakusnya industri ekstraktif tersebut dan monopoli tanah yang dilakukan oleh kapitalis akan mengakibatkan kerugian yang sangat besar yang dialami oleh rakyat dan negara ini, perampasan hak atas tanah, penggusuran dan represifitas negara akan meningkat, bencana ekologis seperti banjir, tanah longsor dan badai siap merengut milik kita termasuk nyawa umat manusia. Artinya penguasaan monopoli tanah untuk investasi ekstraktif akan merusak lingkungan, dan lingkungan yang rusak berdampak pada semua sektor kehidupan rakyat. Tiada lain dan tiada bukan kepada semua pihak yang sadar harus menggalang seluruh elemen bangsa untuk melawan semua bentuk penghisapan dan penjajahan termasuk penghisapan sumberdaya alam dikalimantan tengah dengan menyatukan diri bersama untuk menghentikan investasi yang merampas tanah rakyat, investasi yang tidak mengindahkan kaeadah-kaedah ekoligi, dengan menghancurkan sistem monopoli tanah sebagai basis social feodalisme dengan merebut ruang-ruang untuk kesejahteraan rakyat dan keberlanjutan lingkungan dan kehidupan umat manusia di bumi.
Palangkaraya, 22 April 2009
FRONT PEDULI RAKYAT KALIMANTAN TENGAH
Save Our Borneo, Walhi Kalteng, Mitra LH Kalteng, , Pokker SHK, Yayasan Betang Borneo, Green Studen Movement, Serekat Hijau Indonesia, JARI Kalteng, Mapala Comodo FE Unpar, Mapala Dozer Teknik Unpar, Slankers Club Palangkaraya, BEM Unpar, BEM Stain, Serikat Petani Kotawaringin (SPKW) Pangkalan Bun, Aliansi Rakyat Tani Barito (ARTB), Aliansi Rakyat Pengelola Gambut (ARPAG), Lembaga Dayak Panarung, Yayasan Petak Danum, Mitra Insani.


Posted on 22.16 by Unknown

No comments