Judul
|
:
|
Gema Tolak
Kedatangan Boediono
|
2012-07-13
|
Harian Umum
Tabengan,
PALANGKA RAYA
Kedatangan Wakil Presiden RI Boediono untuk menghadiri
pembukaan Hari Koperasi Nasional (Harkopnas) ke-65 di Palangka Raya,
sempat disambut aksi demo puluhan mahasiswa.
Sedikitnya 50 orang mahasiswa dari berbagai perguruan
tinggi di Palangka Raya menggelar aksi unjuk rasa menolak kedatangan tersebut,
karena menurut mereka, rezim SBY-Boedino dinilai gagal.
Demo diawali dari kawasan Bundaran Kecil, namun
kemudian berpindah ke Bundaran Besar, Kamis (12/7) sekitar pukul 08.00
WIB. Di tempat ini para mahasiswa berorasi sembari membawa poster
berisikan penolakan atas kedatangan Boediono.
Koordinator Lapangan (korlap)
mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa (Gema) Palangka Raya,
Setiawan, dalam orasinya mengatakan, rezim SBY-Boediono telah gagal. Karena,
upaya-upaya untuk memajukan ekonomi yang berbasis kerakyatan tidak juga
menunjukkan hasil, bahkan justru sebaliknya.
Selain itu, meski ekonomi makro
mengalami peningkatan, namun perekonomian mikro masih belum menyentuh urat nadi
para kaum miskin di negara ini.
“Masalah perampasan tanah/konflik
agraria, khususnya di Kalteng dan seperti kasus Mesuji, Lampung dan Sumsel,
pemerintah lebih banyak mendiamkan konflik-konflik tersebut,” kata Setiawan.
Sedangkan untuk Kalteng, dicontohkan
masuknya perusahaaan tambang PT Kalimantan Surya Kencana (KSK) sebagai cabang
PT Freeport yang sudah masuk wilayah ini. Kehadiran PT KSK yang sudah masuk ke
Katingan, Gunung Mas, dan Murung Raya, semakin meresahkan warga.
Dengan adanya aksi ini diharapkan
masyarakat ada
kesadaran bahwa Freeport sudah masuk Kalteng. Yang terjadi adalah akan adanya
penambangan dan perampasan tanah, sehingga merugikan masyarakat Kalteng dan
perlahan akan menghancurkan masyarakat.
“Untuk itu diminta kepada pemerintah agar melihat
kondisi masyarakat di Kalteng,” jelasnya.
Gema Palangka Raya juga membacakan pernyataan sikap
yang berisi tuntutan agar pemerintah mengusir PT KSK selaku anak perusahaan PT
Freeport, dari Kalteng. Menghentikann kriminalisasi terhadap warga Kalteng yang
menuntut dan mempertahankan tanahnya. Kemudian, meminta agar pemerintah
mencabut dan membekukan perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki kelengkapan
izin di Kalteng, serta meminta agar dilaksanakan pembangunan infrastruktur yang
merata.
Aksi tersebut juga disertai dengan drama treatikal
yang menggambarkan pemerintahan SBY-Budiono ini hanya diam saja ketika
melihat rakyatnya bekerja dan berada di bawah serta tidak mendapatkan
kesejahteraan. Sementara para investor dan aparat yang mengendalikan semuanya
hanya melipat tangan dan tersenyum bahagia.
Aksi unjuk rasa berlangsung di bawah penjagaan ketat
aparat keamanan. Aksi diwarnai pula dengan pembacaan sumpah mahasiswa dan
nyanyian lagu penindasan (mars). Usai menyampaikan orasi, puluhan mahasiswa ini
kemudian membubarkan diri.
Tak Ada Penahanan
Polisi membantah isu adanya penahanan mahasiswa.
Kapolda Kalteng Brigjen (Pol) Bachtiar Hasanudin Tambunan melalui Kabid Humas
AKBP Pambudi Rahayu menegaskan Polres Palangka Raya tidak menahan mahasiswa
dari Gema.
“Tidak benar dan tidak ada penahanan, justru kita
bermitra dengan mahasiswa menyikapi kedatangan Wapres Boediono,” ujar Pambudi,
Kamis (12/7).
Dijelaskan, pada Rabu (11/7), mahasiswa hanya dimintai
keterangan dalam rangka konfirmasi dan klarifikasi sehubungan dengan
ditemukannya spanduk yang bertuliskan penolakan kedatangaan Wapres di Kalteng
dalam rangka Harkopnas.
Menyikapi hal itu, Polda dan Polres bersama
elemen mahasiswa telah melaksanakan koordinasi secara intens.
“Hanya dimintai keterangan saja dan konotasinya tidak
seperti tersangka dan tidak ada intimidasi atau pengancaman terhadap beberapa
mahasiswa,” jelas Pambudi.
Faktanya, para mahasiswa memang bisa berorasi di
Bundaran Besar.
Ketika disinggung mengenai peralihan demo dari
bundaran Kecil ke Bundaran Besar. Menurut Pambudi, alasannya karena jalan itu
merupakan lokasi/rute yang akan dilewati para pejabat, dan diharapkan tidak
menghambat arus lalu lintas. win