Burung Tingang merupakan satwa langka yang
terdapat di hutan rimba Kalimantan. Tercatat sebagai keturunan burung yang
hidup sejak ribuan tahun lalu. Sejak lama burung tingang memang sudah menjadi
salah satu burung yang “dipuja” dibanyak kebudayaan kuno, termasuk suku Dayak
di Kalimantan. Burung tingang pada beberapa kebudayaan kuno menjadi bagian
ritual religi yang melambangkan kebebasan, kesucian dan mithologi. Burung yang
dianggap memiliki kekuatan gaib oleh suku dayak ini, Kini ia termasuk dalam
daftar hewan yang dilindungi karena terancam punah. Oleh karena itu hewan yang
memiliki paruh yang cantik ini termasuk dalam satwa yang dilindungi di
Indonesia. Burung Tingang ini memiliki ciri khas yang tersendiri antara lain; ukuran
tubuh yang besar, kurang lebih dua kali ayam kampung dan memiliki paruh yang
sangat besar menyerupai tanduk berwarna kuning gading, dari kepala sampai leher
memiliki bulu yang seperti rambut manusia. Ekor memiliki warna yang memiliki
makna tersendiri menurut orang dayak yaitu; putih,hitam dan putih. Dari
kejauhan, burung ini dapat dikenali melalui suara yang parau lantang. Burung
dengan ukuran tubuh yang sangat besar, dengan suara yang keras serta beberapa
jenis memiliki warna tubuh yang mencolok, merupakan burung yang sangat jarang
dijumpai.
Dalam kepercayaan umat hindu kaharingan, burung
tingang memiliki makna tersendiri. Berdasarkan mithologi agama hindu
kaharingan, di lewu batu nindan tarung (alam atas), Tingang
Rangga Bapantung Nyahu (burung tingang) adalah salah satu
penciptaan Ranying Hatala melalui perubahan wujud Luhing Pantung
Tingang (destar) yang dipakai oleh Raja Bunu ketika ia menerima Danum
nyalung Kaharingan belum (Air Suci Kehidupan). Seperti yang terdapat
dalam ayat-ayat kitab suci panaturan.
Pasal 27 ayat 21
“Hayak auh nyahu
batengkung ngaruntung langit, homboh malentar kilat basiring hawun,Luhing
pantung tingang basaluh manjadi Tingang Rangga Bapantung Nyahu”.
Bersama bunyi Guntur
menggemuruh memenuhi alam semesta, petir halilintar menggetarkan buana, Luhing pantung
tingang kejadian menjadi Tingang Rangga Bapantung Nyahu (burung
enggang).
Kemudian burung tingang tersebut tinggal
dan menempati Lunuk Jayang Tingang Baringen Sempeng Tulang Tambarirang (Pohon
Beringin), dimana pada saat Balian Balaku Untung wujud burung tingang itu
memberkati kehidupan manusia melalui perjalanan Banama Tingang (perahu)
untuk mendapatkan berkat dan karunia dari Ranying Hatala.
Oleh karena itu dalam setiap upacara basarah
yang dilakukan oleh umat hindu kaharingan selalu terdapat dandang
tingang (bulu ekor tingang) sebagai sarana pelengkap yang terdapat
didalam sangku tambak raja mendapatkan bulau untung
aseng panjang (berkat dan karunia-Nya) dari Ranying Hatala. Dilihat dari
filsafat keagamaan hindu kaharingan sendiri dandang tingang memiliki
makna simbolis didalam kehidupan umat manusia yaitu :
1.
Warna putih dibagian
atas, berarti alam kekuasaan Ranying Hatala beserta
manisfestasi-manisfestasi-Nya.
2.
Warna hitam di
tengah, yaitu alam kehidupan manusia di pantai danum kalunen (dunia)
yang penuh dengan rintangan dan cobaan.
3.
Warna putih dibagian
bawah, berarti alam kekuasaan Jatha Balawang Bulau.
Dari ketiga warna tersebutlah yang menjadi warna
corak dalam kehidupan umat hindu kaharingan yang diaplikasikan dalam bhakti
sebagai ucapan syukur kepada Ranying Hatala dan Jatha Balawang Bulau melalui
berbagai upacara-upacara yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Umat hindu kaharingan meyakini bahwa dalam bulu
ekor tingang tersebut terdapat suatu kekuatan gaib yang menjadi pedoman hidup
yang berlandaskan dengan Lime Sarahan (Lima Pengakuan Iman)
dalam meyakini segala kekuasaan Ranying Hatala dalam kehidupan di dunia
ini. [1]
Pembantaian Burung Tingang (Enggang)
Gambar dari Internet
SUNGAI RAYA, KOMPAS - Menteri
Kehutanan Zulkifli Hasan meminta dukungan banyak pihak untuk mencegah
berulangnya pembantaian burung enggang, burung endemik Kalimantan Barat. Paruh
burung itu diselundupkan ke luar negeri.
”Kenapa di luar negeri paruh burung enggang
itu laku sekali sehingga memicu perburuan di Indonesia? Ini tak bisa dibiarkan
dan harus ada keterlibatan berbagai pihak,” kata Zulkifli, seusai peresmian
program Muhammadiyah Kalimantan Barat Menanam Pohon, di Kabupaten Kubu Raya,
Selasa (29/1).
Sepanjang 2012, pembantaian burung enggang
marak di Kalbar. Sebagian habitat enggang ada di luar kawasan lindung sehingga
pengawasan lemah.
Keterlibatan sejumlah pihak di luar
Kementerian Kehutanan, lanjut Zulkifli, penting agar persoalan itu bisa
diselesaikan lintas sektor. ”Dukungan banyak pihak sangat penting karena kami
tak bisa sendirian,” ujarnya.
Gambar Paruh Engang
Anggota Kalimantan Birding Club, Firdaus,
menjelaskan, perburuan burung enggang terakhir kali diketahui akhir 2012.
Ketika itu, tim Ekspedisi Uud Danum menemukan perburuan 14 enggang di Kecamatan
Ambalau, Kabupaten Sintang.
Menurut dia, paruh dan batok kepala burung
enggang bernilai Rp 4 juta per buah di luar negeri. ”Tiga tahun lalu harganya
Rp 800.000 per buah. Semakin sulit diperoleh, harganya makin mahal. Kami
khawatir, tanpa upaya serius pemerintah, burung enggang simbol Kalbar suatu
saat tinggal nama,” kata Firdaus.[2]
Keperdulian kita terhadap lingkungan semakin diperlukan segera dan mendesak mengingat keselarasan alam telah kian memudar dengan adanya nafsu-nafsu jahat dalam diri manusia. Kalau tidak melakukan keperdulian sekarang kapan lagi. Rumah (hutan) burung tinggang sudah berubah fungsi menjadi perkebunan sawit skala besar, kemana mereka akan berdiam jika diluar mereka diburu, Save to : Burung Tinnggang (Enggang).
Sahabatmu
Aryo Nugroho.W.
0 komentar:
Posting Komentar