I.
Latar
belakang
Gelombang krisis ekonomi dan keuangan yang melanda titik
pusaran kekuatan kapitalisme dunia, yakni Uni-Eropa dan Amerika Serikat sejak
2008 lalu sampai sekarang belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda. Gelombang
krisis tersebut akan terus membesar dan secara perlahan tapi pasti akan
melenyapkan segenap hak-hak dasar rakyat di seluruh dunia secara ekonomi,
politik, dan kebudayaan.
Berbagai skema dan upaya
penyelamatan krisis yang dijalankan para pemilik modal besar tidak akan bisa
menutupi sistem ekonominya (Imperialisme) yang terbukti usang karena bertujuan
untuk menghambat kemajuan produktif umat manusia dan merusak tatanan keadaan
alam di seluruh dunia.
Desakkan penerapan
kebijakan neo-liberal (pasar bebas, pemotongan subsidi, pembebasan bea import,
peningkatan investasi, dsb) yang diotaki negeri Paman Sam dalam berbagai
pertemuan internasional (G-20, WTO, APEC, UNFCC, ASEAN, dll) sama sekali tidak
memberikan dampak secuil pun bagi perbaikan kehidupan rakyat. Utamanya bagi
rakyat yang hidup di negeri bergantung atau negeri setengah jajahan dan
setengah feudal seperti Indonesia dan beberapa negara dunia ketiga lainnya di
Amerika latin, Afrika dan Asia.
Indonesia dalam
sejarahnya sejak jaman pra-penjajahan sampai sekarang tetap akan memiliki nilai
strategis bagi para investor besar (Imperialisme) dalam pengerukan keuntungan
secara berlipat (SDA, tenaga kerja murah, pasar) tanpa mempedulikan nasib hidup
rakyat pribuminya yang kian dalam berada di pusaran kemiskinan dan penderitaan.
Dan, ujung tombak dari pengerukan sumber daya alam dan penindasan terhadap
rakyat yang selama ini terjadi adalah segenap jajaran pemerintahan Republik
Indonesia.
Pemerintah SBY-Budiono adalah pintu
gerbang utama bagi masuknya seluruh kebijakan pro-investor yang meng-halal-kan
perampasan tanah, memperbolehkan penangkapan dan pembunuhan kaum tani, serta
melegalkan pengrusakan dan pengusiran warga dari tempat tinggal dan lahannya.
Sebagaimana yang tersirat dalam beberapa regulasi, diantaranya : UU No.18/2004 tentang Perkebunan; UU No.25/2007 tentang
Penanaman Modal Asing; UU No.4/2009 tentang Mineral dan Batubara; UU No.41/2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;
dan UU Pengadaan Tanah tahun
2011.
Dalam perkembangannya
sekarang, pemerintah telah secara gamblang menjalankan cara-cara kekerasan yang
kejam dalam menjawab tuntutan rakyatnya yang hanya sekedar meminta hak-hak
dasar yang hilang karena gerusan alat berat kaum investor. Kasus Mesuji dan
Bima adalah bagian kecil dari rangkaian gerbong panjang kekerasan negara sejak Jendral
Suharto berkuasa.
.
Mencuatnya konflik
agraria di Indonesia selama ini berbanding lurus dengan masifnya perampasan
tanah bagi perluasan perkebunan, pertambangan, kehutann, taman nasional, proyek
infrastruktur, issue perubahan iklim,
dan konservasi. Tujuan utama setiap kebijakan tersebut adalah untuk merampas
tanah-tanah rakyat yang masih tersisa.
Kalimantan Tengah sejauh
ini masih merupakan salah satu wilayah paling menggiurkan bagi pengerukan
sumber daya alam. Terlebih pada Desember 2010 lalu, Kalimantan Tengah dipilih
sebagai provinsi percontohan bagi pelaksanaan program REDD+. Hal ini memberi
pengertian bahwa ke depan potensi konflik agraria akan semakin meningkat
jumlah, luasan, dan bentuknya.
Kalimantan Tengah yang
memiliki luas 15.356.400 juta hektar atau 153.564 km2 dengan populasi 2.202.599 jiwa merupakan
ladang emas bagi Imperialisme AS untuk mempertahankan dominasinya secara
ekonomi, politik, budaya, dan keamanan. Saat ini, imperialisme AS dengan
bantuan tuan tanah dan dukungan penuh dari segeranp jajaran birokrasi setempat
telah berhasil menguasai ± 87 % wilayah Kalteng, dengan rincian pembagian
sebagai berikut :
1.
Perkebunan
sawit : 3.595.173,916 ha (332 perusahaan)
2.
Pertambangan
: 3.459.772 ha (615
perusahaan)
3.
HPH : 4.119.523
ha (58 perusahaan)
4.
Taman
nasional : 1.117.263
ha (3 taman nasional)
5.
Proyek
REDD+ : 769.000 ha (4
lokasi percontohan)
Total luasan : 13.060.731
ha
Tanpa sedikit pun
memikirkan kesejahteraan masyarakat adat atau melestarikan budaya dan
lingkungan, alat-alat berat milik perusahaan sawit dan tambang tetap akan terus
menerjang hutan dan lahan di tiap penjuru tanah Tambun Bungai ini. Menumpuknya
keuntungan para investor akan senantiasa beriringan dengan bertambahnya jumlah
korban dari kaum tani dan masyarakat adat.
Berbagai upaya
penyelesaian konflik agraria yang selama ini ditempuh pada akhirnya bermuara
pada kekalahan telak bagi masyarakat. Meski sebenarnya masyarakat telah
membuktikan secara sah dan meyakinkan bahwa tanah yang disengketakan merupakan
miliknya sejak dulu. Tapi, keadilan di negeri ini akan tetap menaungi kubu
investor. Sebaliknya, ganjaran yang diterima masyarakat atas keberaniannya
menuntut hak atas tanah adalah penangkapan, penggusuran paksa, perusakan, dan
penghilangan nyawa.
Di sisi lain, perjuangan
masyarakat untuk mendapatkan tanah dan menuntut hak-haknya sejauh ini belum menjadi
sebuah kesatuan bersama yang saling mendukung dan terhubung antar satu tempat
dengan tempat yang lain. Sehingga, upaya untuk membangun suatu kekuatan bersama
yang dapat meluas dan membesar sering terhambat. Tentunya hal ini akan
berakibat pada melemahnya perjuangan dimana akan semakin mudah pula untuk dikalahkan.
II.
Tujuan
Pendirian SekBer
Berangkat dari keyataan tersebut di atas, maka beberapa
pihak yang peduli terhadap nasib
para keluarga kaum tani dan masyarakat adat di Kalimantan Tengah memiliki
keinginan yang sama untuk membentuk sebuah Sekretariat
Bersama (SekBer) Pengaduan dan Penanganan Konflik Agraria dan Sumber Daya Alam.
Sekber ini merupakan sebuah langkah
awal untuk menyatukan gerakan untuk menahan laju perampasan tanah yang menyebabkan
kerugian bagi masyarakat luas di bumi Tambun Bungai ini. Secara umum, Sekber
ini memiliki fungsi sebagai pusat informasi dan tempat pengaduan terkait
berbagai konflik agraria yang sedang atau telah terjadi di masyarakat.
Secara khusus, SekBer ini memiliki tujuan antara lain untuk :
1. Melakukan pengumpulan data dan
informasi terhadap berbagi bentuk dan upaya perampasan tanah milik masyarakat
2. Melakukan identifikasi terhadap
berbagai bentuk dan upaya perampasan tanah masyarakat baik yang dilakukan oleh
perusahaan perkebunan kelapa sawit, perusahaan tambang, industry pengolahan
hasil hutan, taman nasional, maupun proyek infrstruktur yang selama ini terjadi
3. Menggalang dan membentuk
aliansi dengan berbagai pihak yang peduli dan mendukung perjuangan masyarakat anti-perampasan
tanah.
4.
Melakukan berbagai aktivitas
kampanye kreatif untuk meluaskan dukungan dan simpati massa luas
5. Menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan untuk meningkatan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat
III.
Susunan
Kepengurusan Posko
Di tahap awal pembentukan SekBer kali ini, terdapat beberapa
lembaga dan organisasi massa berbagai sector yang memiliki kesamaan pandangan
dan telah menyatakan dirinya untuk bergabung dan bersedia menjadi pengurus
serta terlibat dalam beberapa aktivitas SekBer. Lembaga dan organisasi masssa
tersebut adalah :
1. Walhi Kalteng
2. Save Our Borneo (SOB)
3. Yayasan Betang Borneo (YBB)
4. Kelompok Kerja Sistem Hutan Kerakyatan(Pokker
SHK)
5. Lembaga Dayak Panarung (LDP)
6.
Yayasan Petak Danum (YPD)
|
7.
KKP
Palangkaraya
8.
Aliansi
Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalteng
9. Gerakan
Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Kalteng
10.
Sahabat
Lingkungan Kalteng (Salingkate)
11.
Front
Mahasiswa Nasional (FMN)
|
Susunan pengurus yang dibentuk dalam Sekber ini terbagi
dalam Dewan Pengurus sebagai penanggungjawab (board) dan Sekretariat sebagai pelaksana kerja harian. Keanggotaan
Dewan Pengurus adalah setiap ketua atau direktur masing-masing lembaga dan
organisasi. Sedangkan, untuk sekretariat akan ditunjuk utusan dari tiap lembaga
dan organisasi berdasar kebutuhan dan kemampuan yang telah diputuskan.
Di dalam sekretariat akan dibentuk beberapa tim kerja yang
memiliki tugas khusus. Yaitu tim
investigasi, tim verifikasi, tim advokasi, dan tim kampanye. Jumlah anggota
tim didasarkan atas kebutuhan SekBer.
Dalam perjalanannya ke depan, susunan kepengurusan ini dapat
berubah baik dari komposisi maupun keterlibatan lembaga dan organisasi selama
tidak bertentangan dengan prinsip dan aturan dasar pembentukan Sekber.
IV.
Tugas
dan tanggung jawab
Pada prinsipnya tugas dan tanggungjawab pengurus dalam
SekBer ini adalah secara bersama-sama dapat saling menguatkan dan membantu
dalam menjalankan pekerjaan dalam rangka mencoba menyelesaikan persoalan yang tengah
dialami masyarakat.
Dewan Pengurus memiliki tugas dan tanggungjawab untuk
melakukan verifikasi (pemeriksaan) terhadap berbagai bentuk pengaduan dari
masyarakat setelah sebelumnya juga telah di-verifikasi oleh tim verifikasi
dalam Sekretariat. Selanjutnya, Dewan Pengurus inilah yang akan menentukan
bentuk penanganan yang akan diambil. Termasuk memberi arahan pada tim advokasi
di dalam secretariat.
Berikutnya, sekretariat bertugas untuk mengatur pekerjaan
harian dalam Sekber. Membentuk tim dan melakukan koordinasi antar tim atau
lembaga dalam menangani aduan masyarakat merupakan salah satu tanggungjawabnya.
Adapun tugas dan tanggungjawab tim-tim kerja di dalam sekretariat
adalah :
- Tim Verifikasi
bertugas melakukan pemeriksaan terhadap adanya persoalan yang terjadi di
masyarakat. Persoalan tersebut bisa berupa laporan langsung dari
masyarakat (melalui surat, langsung mendatangi Sekber, telephone/sms, atau
email) dan bisa juga berasal dari informasi dari media massa atau hasil
temuan di lapangan.
Di bawah ini beberapa point yang dibutuhkan
dalam verifikasi agar kita mengetahui informasi awal suatu kasus, yaitu :
a.
Proses
lahirnya konflik (kronologis kasus)
b.
Gambaran
umum lokasi konflik
c.
Upaya
yang pernah atau sedang dilakukan oleh warga dan perusahaan dalam menghadapi
kasus yang ada
d.
Situasi
umum warga dalam menghadapi kasus (baik yang pro maupun yang kontra beserta
tindakan yang telah atau sedang mereka jalankan di tengah masyarakat)
e.
Bukti-
bukti legalitas (surat, hasil keputusan/muyawarah, dsb) serta beberapa bukti
pendukung lainnya (rekaman video, wawancara)
f.
Bentuk-bentuk
pelanggaran, intimidasi, dan tindakan yang pernah dan sedang dilakukan
perusahaan terhadap warga.
Setelah
mendapatkan informasi awal, tim verifikasi dapat langsung mendiskusikan dan
melakukan analisa terhadap kasus tersebut sebagai bahan pertimbangan Dewan
Pengurus untuk menentukan sikap dan tindakan.
- Tim
Advokasi bertugas untuk memberikan pendampingan, khususnya
yang berkaitan dengan masalah hukum. Selain bertugas sebagai kuasa
pendamping bagi warga dalam rangka menyelesaikan kasus lewat jalur hukum,
tim advokasi ini harapannya juga dapat bertugas untuk memberikan
pengetahuan dan pemahaman pada warga, baik yang berkenaan dengan kasus
yang ada maupun hal lain yang perlu diketahui sebagai antisipasi atau
dasar penguat semangat warga dalam menghadapi ancaman dan tindakan yang
mungkin dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
- Tim
Reaksi Cepat / Tim Investigasi melakukan pemeriksaan ulang (cross-check) di lapangan atas
konflik yang mencuat di masyarakat. Tim ini bisa beranggotakan 2 - 3 orang
dan akan berada di lapangan sesuai kebutuhan. Tugas utama yang akan
dijalankan adalah melakukan investigasi (penyelidikan/pemeriksaan) atas
laporan dan menambahkan informasi tentang situasi obyektif wilayah dan
masyarakat secara lebih komprehensif.
Informasi awal yang didapatkan dari tim verifikasi atau
aduan warga dapat menjadi bahan untuk dikembangkan melalui interaksi langsung
dengan beberapa warga desa, baik melalui metode kunjungan rumah ke rumah (door to door) atau menggelar pertemuan
warga.
Hasil yang diharapkan dari pekerjaan tim investigasi ini,
kita setidaknya dapat mengetahui dan menambahkan atau mengembangkan data dan
informasi tentang :
a.
Kondisi
umum kehidupan warga secara ekonomi yang meliputi :
-
Hasil
produksi utama yang menjadi penggerak ekonomi warga
-
Sumber
penghidupan warga (mata pencaharian utama dan sampingan)
- Metode
kerja yang dikembangkan warga (termasuk alat kerja dan hubungan kerja)
b.
Kondisi
hidup petani yang meliputi :
-
Jumlah
luasan tanah yang dimiliki atau dikerjakan
-
Sistem
sewa tanah dan upah buruh tani yang berlaku
-
Siapa
saja para tengkulak dan bagaimana prakteknya berlangsung
c.
Keadaan
sosial dan budaya yang meliputi :
-
Tingkat
pendidikan warga dan fasilitas pendidikan yang ada Jumlah
warga yang masih buta huruf, agama yang dominan, bahasa yang digunakan, ritual
atau tradisi lain yang masih berkembang
d.
Kondisi
kesehatan dan sanitasi warga yang meliputi :
-
Tentang
sumber air, kondisi MCK, sanitasi perumahan massa
-
Wabah
penyakit yang ada, peran dan fasilitas puskesmas,
-
Apakah
ada dukun atau pengobatan tradisional yang dipercaya massa
V.
Mekanisme
Pengaduan dan Penanganan SekBer
Banyaknya kasus dan sengketa agraria dan sumber daya alam
yang mencuat dalam beberapa tahun terakhir, mengharuskan kita harus lebih teliti
dan mencermati dengan seksama perkembangannya dari waktu ke waktu. Sebab, tidak
sedikit dari kasus-kasus tersebut yang sengaja diciptakan oleh pihak yang tidak
bertanggung jawab dengan tujuan untuk membiaskan suatu masalah atau untuk
kepentingan pribadi dan golongannya.
Berdasarkan hal tersebut, maka SekBer sebagai suatu wadah
perjuangan bersama untuk melindungi dan mempertahankan hak-hak rakyat atas
tanah dan sumber kehidupan lainnya sangat perlu untuk membuat suatu kriteria
atau aturan main dalam menyikapi berbagai aduan masalah yang muncul. Tujuannya
adalah untuk memastikan agar penanganan yang diberikan oleh SekBer nantinya
dapat tepat sasaran dan dapat memberi manfaat bagi rakyat.
Berikut syarat utama yang menjadi pedoman dasar dalam SekBer
dalam menyikapi kasus atau sengketa agraria dan sumber daya alam :
1.
Konflik atau sengketa yang
muncul merupakan akibat dari perampasan tanah yang dilakukan oleh perusahaan
besar (tambang, kebun sawit, industry logging) atau konflik yang terkait dengan
kebijakan pemerintah (pembangunan infrastruktur) yang secara nyata telah
mengancam dan bahkan telah menghancurkan sumber-sumber penghidupan rakyat.
2.
Konflik atau sengketa yang
muncul di suatu daerah mempunyai dampak yang luas di masyarakat, baik di satu
tempat maupun yang sampai menjangkau daerah lain (lintas desa s/d lintas
provinsi) dan bukan merupakan konflik yang bertujuan untuk memperjuangkan
kepentingan pribadi dan golongan.
3.
Konflik atau sengketa yang
lahir berlangsung massif atau terus-menerus terjadi dengan berbagai bentuk.
Pada prinsipnya, Sekber akan berusaha untuk membantu
penyelesaian konflik yang terjadi sesuai dengan kapasitas yang dimiliki. Adanya
syarat tersebut semata-mata tidak dimaksudkan untuk membatasi setiap aduan
masyarakat yang bersifat perseorangan atau golongan, namun dalam tahap awal ini
Sekber bermaksud untuk memprioritaskan konflik atau sengketa yang memiliki
jangkauan luas atau kasus yang belum ada kejelasan meski secara terang telah
banyak ditemukan pelanggaran di pihak perusahaan.
Besar harapan, ke depan SekBer dapat berkembang baik, baik
dari sisi kuantitas maupun kualitasnya. Agar secara bertahap kita bersama dapat
menyelesaikan persoalan yang ada demi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat.
VI.
Penutup
Demikian gambaran utuh tentang dasar pembentukan SekBer,
susunan pengurus dan tugas-tugasnya, sampai dengan mekanisme pengaduan dan
penanganan yang coba dibangun. Kita menyadari sepenuhnya bahwa inisiatif
pembentukan Sekber yang sebenarnya telah lama menjadi gagasan tapi baru terealisasi
saat ini adalah salah satu bagian kecil dari usaha perjuangan kita melawan
skema perampasan tanah dan sumber daya alam yang terus meningkat.
Namun, besarnya keinginan dan semakin kuatnya dukungan
berbagai pihak yang saat ini menjadi modal awal dalam pembentukan SekBer ini
harapannya dapat memberikan sedikit semangat baru bagi kita semua dalam rangka
mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi warga Kalimantan Tengah.
Palangkaraya,
November 2012