Laporan Pelaksanaan Proses
Pemutaran Film
Hari/Tanggal/Waktu : Senin, 20 September 2010
Lokasi : Kecamatan Maliku,
Desa Kanamit, Kabupaten Pulang Pisau
Peserta : Laki-laki 29 orang,
Perempuan 16 orang
Team
Fasilitator : 1. Alpian, 2.Aryo.N.W,
3. F.E. Fernando
Catatan Proses :
Berangkat dari Palangka Raya pukul 11.30 WIB sampai ditempat
tujuan di Desa Kanamit Kecamatan Maliku sekitar pukul 15.30 WIB dirumah Bapak
Deun selaku Kepala Desa Kanamit, pada saat itu kebetulan Bapak Kepala Desa
sedang tidak berada ditempat sehingga kami diterima oleh Ibu Kepala Desa.
Setelah menyampaikan maksud dan tujuan kami datang, kami memohon ijin untuk
menempelkan beberapa poster ditempat tersebut yang nantinya akan menjadi tempat
pemutaran film dan diskusi. Setelah itu bagian dokumenter menjalankan tugasnya
keliling kampung untuk membuat profil desa dan menyertakan wawancara dengan
warga desa setempat.
Proses pemutaran film dimulai pada pukul 18.30 – 19.00 WIB
dan dilanjutkan dengan diskusi sampai pukul 21.00 WIB. Pada saat pemutaran film
ada sedikit kendala teknis yaitu tegangan listrik yang tidak stabil sehingga
lampu sempat mati sebanyak 3x sehingga pemutaran film selalu di ulang mulai
dari awal lagi. Selama proses pemutaran film masyarakat sangat antusias
menyimak dengan baik sampai proses pemutaran selesai dan langsung dilanjutkan
dengan diskusi.
Diskusi di dahului dengan pertanyaan yang disampaikan oleh
bang Alpian selaku fasilitator, meminta empat orang untuk memberi tangapan
terhadap isi film tersebut dua orang perempuan dan dua orang laki – laki dari
masyarakat peserta diskusi itu. Ada pun pertanyaan – pertanyaan itu adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana perasaan Bapak/ibu setelah menonton video....?
Jawaban masyarakat :
-
Sangat prihatin melihat
hutan terbakar
-
Sangat prihatin melihat
anak sekolah SMP mendorong sepeda pada saat banjir
- Sangat prihatin melihat ibu-ibu panen padi pada musim banjir
2. Apa pelajaran yang bisa dipetik dari
video yang telah diputar.....?
Jawaban masyarakat :
- Bahwa hutan dan gambut salah satu
kebutuhan kami sebagai masyarakat
3.
Bagaimana keadaan yang ada di tempat Bapak/ibu.........?
Jawaban masyarakat :
-
Sengketa dengan sawit,dampak dari sawit seperti menurun hasil pertanian kami akibat
hama,tikus,babi.
4. Menurut Bapak/ibu, bagaimana masa depan
gambut kita......?
Jawaban masyarakat :
-
Harus mendapatkan perawatan yang lebih serius, pertama dari kebakaran,perusahan
sawit dihentikan,melakukan penanaman kembali dengan jenis pohon yang bisa
menambah pendapatan masyarakat.
5. Apakah inisiatif untuk rehabilitas lahan
gambut di tempat Bapak/ibu......?
Jawaban masyarakat :
- Melakukan menanaman karet dan
buah-buahan,melakukan penanaman rotan dll.
6. Adakah inisiatif untuk revitalisasi
pertanian ditempat bapak/ibu.....?
Jawaban masyarakat :
- Melakukan
penanaman padi, palawija dll.
Rata – rata jawaban dari masyarakat bahwa isi film itu bagus
dan sesuai dengan keadaan yang ada didesa kanamit baik cara mengelola lahan
untuk perekomian maupun dampak dari ganasnya perkebunan sawit.
Setelah itu fasilitator
mempersilahkan co fasilitator untuk memimpin diskusi, pertama–tama co fasilitator mengiring masyarakat
untuk lebih memahami apa inti yang sebenarnya dalam pemutaran film ini yaitu
ada dua. Pertama masyarakat di ajak
mengetahui apa–apa saja yang menjadi keuntungan serta kerugiannya perkebunan
sawit kepada masyarakat dan kebetulan di Desa Kanamit tersebut sudah berdiri
dan beroperasi perusahaan perkebunan sawit sejak tahun 2005 yang dijalankan
oleh PT. Menteng Kencana Mas. Kedua
masyarakat diminta untuk menunjukkan apa – apa saja yang bisa masyarakat
kerjakan untuk mengelola lahan tanpa ada perkebunan sawit.
Dari hasil pertanyaan yang pertama masyarakat bersepakat bahwa
sawit merugikan dan tak memberikan keuntungan sedikitpun bagi masyarakat.
Kerugian dengan adanya perkebunan sawit bagi masyarakat kanamit yaitu rusaknya
mata pencaharian mereka dibidang pertanian dan perikanan. Dibidang pertanian, padi
yang masyarakat tanam dan yang mau dipanen malah rusak karena hama (belalang,
hampangau dll ) dan babi hutan oleh hasil adanya perkebunan sawit.
Dari hasil pertanyaan yang kedua apakah masyarakat bisa
mengelola lahan tanpa adanya perkebunan sawit, masyarakat menjawab bahwa mereka
bisa mengelola dan sudah dilaksanakan dengan menanam karet, menanam padi,
membuat beje / tambak dan lain –
lain.
Setelah itu co
fasilitator bertanya apa yang menjadi permasalahan di Desa Kanamit selain
adanya dampak hama dan babi hutan dengan adanya perkebunan sawit, masyarakat menjawab
bahwa lahan yang dijadikan perkebunan sawit itu tanah masyarakat dan belum ada
ganti rugi lahan, walaupun sudah pernah perusahaan bernegosiasi dengan
masyarakat dengan ingin mengganti lahan namun masyarakat menolak karena
penawaran dari perusahaan sangat murah. Masyarakat melaporkan masalah
perkebunan sawit ini kepihak pemerintah dari pemerintah kabupaten sampai ketingkat
provinsi namun pada akhirnya tidak jelas sampai sekarang dan nasib masyarakat
tetap sama yaitu masyarakat rugi. Lahan yang dicaplok dari masyarakat yaitu
sekitar 1500 hektar dan masih ada sekitar 1500 hektar yang masih belum
terjamah, lalu fasilitator menawarkan
solusi untuk melindungi hak masyarakat
yaitu pertama masyarakat harus mempunyai legalitas tanah atau lahan sesuai
dengan perundang – undangan yang berlaku karena kalau tidak seperti itu maka
lahan – lahan masyarakat yang di kelola warisan dari para leluhur akan mudah di
tarik negara. Yang kedua masyarakat bisa membuat hutan adat, co fasilitator menjelaskan bahwa banyak
undang – undang yang mengatur dan mengakui tentang hutan adat yang dikelola
secara bersama oleh masyarakat adat bahkan sampai ditingkat Provinsi Peraturan yang
berbentuk PERDA itu sudah ada.
Tangapan masyarakat akan hal ini beragam bahkan ada sedikit
permasalahan yaitu masalah dalam pengakuan luas wilayah tanah atau lahan
dikenal dengan istilah ayungku (milikku),
ini menjadi kendala dalam hal – hal usulan diatas. Bahkan untuk mengelola lahan
masyarakat terkadang harus bentrok sesama masyarakat. Setelah mendengar
pengakuan dari masyarakat akan hal ayungku
(milikku) ini co fasilitator menyarankan untuk sesama masyarakat harus
bermusyawarah untuk kepentingan bersama dan jangan sampai berlarut – larut
karena masalah yang sebenarnya bagaimana masyarakat itu bisa mengelola lahan
itu dengan baik untuk kesejahteraan sampai anak cucu nanti. Setelah itu co fasilitator memberi kesimpulan serta
pesan kesimpulannya adalah sebagai berikut :
1.
Masyarakat tidak memerlukan
perkebunan sawit karena banyak ruginya
2.
Masyarakat bisa mengelola
lahan dengan inisiatif lokal yang sudah ada dari jaman para leluhur dulu.
Saran
:
1.
Masyarakat harus menjaga
kawasan yang belum terjamah perkebunan sawit dengan adanya legalitas dan adanya
pemetaan.
2.
Masyarakat bisa membikin
hutan adat untuk menjaga lahan, dengan adanya deklarasi hutan adat seperti yang
ada di kalawa.
3.
Masyarakat harus memanfaat
lahan itu dengan baik jangan sampai menjadi lahan tidur.
Tepat
pukul 22.00 Wib rangkaian kegiatan pemutaran film selesai. Fasilitator mengucapkan terima kasih atas kedatangan dan partisipasi
warga Desa Kanamit. Adapun kesimpulan atas kegiatan ini yaitu warga desa Basungkai
menyambut positif dan senang dengan kegiatan pemutaran film ini, dengan
banyaknya warga yang hadir. selain sebagai hiburan juga memberikan informasi
terkait dengan pengelolaan kawasan gambut terutama untuk pertanian. Warga
berharap adanya perhatian dari dinas terkait terutama bagaimana memberikan
bantuan dalam hal bagaimana cara pengolahan lahan di kawasan gambut untuk
meningkatkan perekonomian warga yang bukan hanya dari sektor pertanian
saja namun juga dari sektor lainnya. Warga
juga sangat senang mendapatkan poster dan kaset film yang dibagikan kepada
mereka. Sebagai informasi terkait dengan upaya rehabilitasi dan revitalisasi
kawasan gambut terutama di bekas PLG.
Keesokan harinya tim dengan diantar oleh beberapa masyarakat
ke seberang kampung menggunakan kelotok carteran karena lahan garapan (kebun) meraka
berada disana. Setelah sampai, dokumenter langsung mengambil keadaan lahan
warga dan sekaligus melakukan wawancara. Dari hasil wawancara bahwa sekarang
hasil panen padi mereka sudah tidak bisa lagi untuk menopang kehidupan
masyarakat, dulunya tanah garapan seluas 2 hektar bisa menghasilkan 80 blek ( kaleng/ wadah ) padi namun
sekarang hanya mendapat 5 blek ( kaleng/ wadah ) saja. Ini semua diakibatkan
oleh hama, selain itu buah – buahan yang masyarakat tanam pun ikut gagal panen
karena dimakan babi hutan seperti buah pisang. Secara otomatis perekonomian
masyarakat lumpuh, yang dahulu masyarakat tidak membeli beras karena hasil
panen tersebut akan tetapi sekarang malah membelinya. Dahulu masyarakat bisa
menyekolahkan anak – anaknya bahkan sampai ditingkat perguruan tinggi, namun
sekarang masyarakat tidak bisa lagi. Karena keadaan terus – terusan seperti ini
akhirnya masyarakat harus merantau ke daerah lain untuk mencari penghidupan tambahan
bagi keluarga mereka.