Senja yang menyambut kedatangan kami di Desa Tumbang
Lahung
Kec. Permata Intan. kab Murung Raya |
Pagi Itu Kamis 7 Juni 2012, Pukul 9.30 kami beangkat
menungganggi si kuda besi dari Kota cantik Palangkaraya menuju Desa tumbang
lahung Kec. Permata Intan Kab. Murung Raya. Melewati Kab. Pulang Pisau, Kab.
Gunung Mas, Kab. Kapuas. Tiga Jam Berjalan Kami Berhenti di Kuala Kurun Kab.
Gunung Mas untuk sekedar istirahat. Perjalanan dilanjutkan, pukul 11.30 namun
terhenti di penyebrangan Sei Hanyu, Kab. Kapuas. Menunggu Baja penyebrangan,
dan antrian truck – truck perusahaan yang mau menyebrang.
Sambil menikmatai segelas kopi, tak terasa sudah jam
3.00 sore. Perjalanan pun kami lanjutkan. Diawali dengan menyebrang hulu sungai
Kapuas itu, Desa Tumbang Lahung sekitar kurang lebih 58 kilometer jauhnya.
Melintasi jalan – jalan Latritan, menaiki bukit – bukit khas daerah hulu, dan
melintasi desa – desa yang belum pernah kudatangi sebelumnya. Lantaran jalan
yang kurang mulus, jalan latrit atau tanah liat. Beruntungnya cuaca masih
kering, jadi tidak begitu menyulitkan. Namun butuh waktu sekitar 3,5 jam untuk
sampai di simpang Tumbang lahung – Muara Teweh. Sesampainya di simpang
tersebut, Desa Tumbang Lahung masih 7 kilometer, namun butuh waktu 1 jam
melewati jalan tersebut, lantaran yang becek, beberapa kali motor kami terjebak
dalam kubangan – kubangan lumpur. Akhirnya sekitar pukul 5.30 kami sampai di
Desa. Mataku terkagum melihat Indahnya bukit – bukit dan matahari sore yang
perlahan sembunyi di balik hijaunya hutan – hutan. Pertama kalinya aku melihat
desa yang hidup diantara bukit, hutan dan sungai barito ini.
Sesampainya di pusat desa, segera kami mencari penginapan. Lalu dapatlah sebuah
losmen “Ramah Hidayat” tepat dipinggir sungai. Lelah setelah seharian di
perjalanan dan badan yang sangat kotor penuh dengan lumpur tanah liat. Langsung
saja aku menuju kamar mandi agar bias lekas beristirahat. Namun setelah mandi
aku disuruh oleh bang Lutfi mencari air mineral dan bertanya soal penyewaan
gitik dan soal desa di kec. Permata Intan ini yang kabarnya mau direlokasi.
Setelah jalan kaki tak begitu jauh dari Losmen aku bertemu dengan seseorang
yang rapi dengan baju piama, sarung dan kopiah si samping mesjid. Kumulai
dengan pertanyaan tentang penyewaan gitik, dengan alasan mau melakukan penelitian
mencari desa – desa yang mau direlokasi akibat banjir. Setelah Tanya –
Tanya, obrolan lebih banyak tentang desa – desa itu. Usut punya usut ternyata
ada tiga desa yang masuk rencana relokasi menurut informasi lelaki
tersebut, yaitu Desa Sungai Gula, Sungai Batang dan Tumbang Saloi, tidak jauh
dari ibu kota kecamatannya Desa tumbang Lahung. Setelah mendapatkan data – data
tersebut aku langsung menuju warung untuk membeli air mineral dan kemudian
kembali ke penginapan untuk istirahat.
Pagi hari aku bangun sekitar pukul 5.30, aku sejenak duduk di teras losmen
sambil menikmati segelas the hangat yang disiapkan pemilik losmen dan
memandangi sungai, bukit dan aktifitas masyarakat desa. Ada yang mandi di
tepian lanting, hulu – hilir kelotok dan lalu lalang anak – anak sekolah
meramaikan pagi itu. Sekitar pukul 9.30 kami berangkat menuju wilayah aktifitas
pertambangan PT Indo Muro Kencana. Sebelumnya harus menaiki kelotok dulu untuk
menyebrang ke sana. Sesampainya di sebrang, masih ada sekitar 19 km menaiki
sepeda motor untuk sampai ke pusat pertambangan.
Jalan berbatu dan bukit – bukit tinggi menghiasi jalan. Sampailah di Dam PT
IMK, sepertinya tempat pembuangan limbah pertambangan. Bersenjatakan kamera,
aku abadikan gambar – gambar tentang DAM itu. Dan juga gambar – gambar pabrik,
truck dan bangunan – bangunan milik PT IMK. Setelah selesai mengambil gambar,
kami menuju warung kopi di desa Olung Moro Kec. Tanah Siang Selatan, desa
terdekat dari pertambangan emas terbesar di Kalteng itu.Sesampainya di warung,
mungkin karna melihat kami memakai motor trail dan sebuah kamera DSLR, penjaga
warung tersebut bertanya, tentang kegiatan kami disini. Langsung saja kujawab
bahwa kami sedang meneliti desa – desa di sekitar pertambangan khususnya PT Indo
Muro Kencana ini. Langsung saja bapak itu mengutarakan pendapatnya, menurutnya
masyarakat desa olung muro yang terdekat dari PT IMK ini hanya sebagai
penonton. Sama sekali tidak ada dampak yang menguntungkan masyarakat. Bahkan
untuk memperbaiki jalanpun mereka harus meminta kepada Pemda. Ada juga tanah
masyarakat yang diserobot, dan bapak tersebut juga pernah dipenjara gara – gara
membakar kebunnya dan api menjalat membakar slang milik perusahaan. Yang
ditakutkan masyarakat sekitar juga tentang DAM yang jika jebol mungkin
limbahnya akan sangat merugihan warga desa Olung Muro. Dulu pernah ada sarana
untuk air bersih waktu kepemimpinan kepala desa yang sebelumnya, namun sekarang
sudah tidak ada. Kepala desa yang sekarang dianggapnya malah lebih pro kepada perusahaan.
Listrik tidak ada dan jalanpun masih memprihatinkan, padahal desaOlung Muro
adalah desa yang paling dekat dan paling banyak bersentuhan dengan Aktifitas PT
IMK. Mereka ingin agar orang – orang di kota khususnya pemerintah tahu bahwa
datangnya perusahaan pertambangan tidak memberikan dampak yang baik kepada
masyarakat desa Olung Muro.
Setelah habis kopi, kami beranjak keliling desa Olung Muro untuk sekedar
mengambil gambar. Kemudian kami langsung beranjak ke menuju desa Tumbang Lahung
untuk menuju Desa Sungai Batang dan Sungai Gula. Pukul 2.00 kami berangkat dari
Desa Tumbang Lahung menuju Desa Sungai Gula. Sesampainya di Desa Sungai gula
kami bertemu dengan warge desa yang sedang ngobrol di depan rumahnya. Langsung
saja kami bertanya dengan mereka tentang desa ini yang kabarnya sering dilanda
banjir. Menurut mereka kabar itu memang benar adanya. Desa tersebut sering
direndam banjir hingga setinggi kurang lebih 2 meter yang menenggelamkan rumah
– rumah warga. Banjir tersebut disebabkan oleh Perusahaan Logging yang tidak
melakukan reiklamasi setelah mereka berhenti beraktifitas. Hingga seringnya
menyebabkan sungai meluap dan merendam desa Sungai Gula. Setelah sedikit
ngobrol seorang warga mengajak kami keliling desa, mengambil gambar rumah –
rumah yang usang akibat seringnya terendam banjir. Kami sempat berkunjung ke
rumah kepala desanya, namun kepala desanya sedang berada di kecamatan, kami
hanya ngobrol dengan istrinya. Waktu banjir yang terakhir kemarin, pihak desa
sudah menghubungi kecamatan, agar pihak kecamatan percaya tentang banjir yang
sangat merugikan warga tersebut. Wacana reiklamasi sudah lama di dengar dari
pihak kecamatan namun sampai sekarang belum juga terlaksana. Warga masih
menunggu realisasi rencana tersebut.
Jam Setengah lima sore kami kembali ke penginapan untuk istirahat. Sore – sore
kami ngobrol dengan Bapak Ramah, pemilik penginapan itu, kami bertanya soal
penyewaan gitik untuk menuju Desa Ampar untuk melihat tambang Batu Bara disana.
Kebetulan Pak Ramah punya kenalan warga yang mempunyai gitik yang bias
mengantarkan kami kesana. Menurut pengalamannya, perjalanan menuju Desa Ampar
memakan waktu 6 jam lewat sungai. Setelah sepakat dengan harga carteran, kami
menyepakati besok pagi berangkat pukul 07.00 pagi. Setelah mandi dan makan,
kami sejenak duduk di teras losmen menikmati segelas kopi dan kemudian beranjak
tidur.
Keesokan harinya pukul 7.30 kami berangkat dari desa tumbang lahung menaiki
gitik. Sebelumnya kami membeli nasi bungkus buat bekal nantinya. Di dalam
gitik, ada mertua dari bapak yang mengantarkan kami, dia menumpang sampai
kebunnya yang tidak jauh dari desa Tumbang Lahung. Kami sempat bercerita
sedikit di atas perahu. Menurut informasi darinya ada pertambangan batu bara,
tapi masih jauh dari desa Ampar yang jadi tujuan kami. Tapi ia juga tidak tahu
apakah ada atau tidak tambang yang dekat dengan Desa Ampar. Setelah
mengantarkan beliau ke kebunnya kami melanjutkan perjalanan. Derasnya sungai,
dan curamnya riam – riam yang terhampar, berpadu dengan lebatnya hutan, bukit,
dan desa – desa yang hidup di bantaran hulu sungai barito. Sesampainya di desa
Tumbang Kunyi kami istirahat sebentar sambil Tanya – Tanya dengan warga desa
tersebut. Ternyata kabarnya ada pertambangan batu bara dan perusahaan kayu di
desa tumbang tuan sebelum desa Ampar.
Sebelum sampai desa Tumbang Tuan, kami menemui perusahaan kayu. Banyak kayu –
kayu besar dan eksavator milik PT Kahayan Terang. Kayu – kayu besar hasil dari
merambah hutan itu dihampar di pinggir sungai. Setelah mengambil gambar, kami
melanjutkan perjalanan, namun kami dihadang oleh hujan dan memutuskan untuk
berhenti untuk berteduh di sebuah dermaga di Desa Tumbang Tuan. Sambil menunggu
hujan reda, kami mnikati bekal yang tadi pagi di siapkan. Sambul mengobrol
dengan Bapak pemilik gitik tersebut, ternyata Tumbang Lahung artinya adalaha
Tumbang itu Muara dan Lahung adalah semacam buah durian tapi Isi dagingnya
berwarna merah, kalau sepengetahuan saya buah itu bernama buah paken.
Waktu menunjukan pukul 12.30, hujan yang lebat sempat
mengurungkan niat untuk melanjutkan perjalanan dan berpikir untuk kembali saja
setelah reda, mengingat keadaan cuaca yang cukup membahayakan. Namun bapak yang
sedari tadi mengemudikan gitik berinisiasi untuk bertanya kepada warga yang ada
di desa Tumbang Tuan. Ternyata ada pertambangan yang tidak jauh dari desa
tersebut, mungkin tidak sampai 5 menit menuju sana. Setelah mendapatkan kabar
tersebut, berhubung hujan telah reda, segera saja kami menuju pertambangan itu.
Sesampainya di tujuan, diketahui petambangan tersebut milik PT Daya
Bumindo Karunia yang ternyata belum ekspolitasi. Aktifitas yang ada masi dalam
tahap pembangunan pabrik, mess dan bangunan lainnya yang menunjang kegiatan
pertambangan. Kami sempat sedikit berbincang dengan satpam dan mengambil gambar
terkait aktifitas perusahaan tersebut. Setelah selesai, kami kembali ke gitik
untuk beranjak kembali menuju desa Tumbang lahung.
Sekitar pukul 6.00 sore, kami sampai di desa Tumbang lahung dan langsung saja
menuju ke penginapan. Rencana awal kami akan pulang ke palangkaraya hari itu
juga, namun karna kami selesai sudah malam, maka diputuskan untuk pulang besok
pagi saja. Sampai di losmen, kami langsung mandi dan istirahat sebentar.
Ternyata ada penghuni baru di losmen tersebut, berhubung ada acara dangdutan di
Desa Tumbang Lahung, mereka datang dari desa Tumbang Molut dan menginap di
Losmen tersebut untuk sekedar menyaksikan acara hiburan yang diadakan oleh
kecamatan. Saya sedikit mengobrol dengan mereka, menurut salah satu dari mereka
ada juga pertambangan di seberang Desa tumbang Molut. Desa Tumbang Molut berada
sebelum desa Tumbang Tuan kalau berangkat dari Desa Tumbang Lahung. Setelah
makan dan kemudian kami beristirahat, supaya besok bias bangun pagi untuk
segera pulang ke palangkaraya.
Besok paginya kami bangun dan berangkat sekitar pukul 6.30 pagi. Sebuah
pengalaman yang tidak terlupakan di tempat ini. Aku berjanji suatu hari aku
akan dating lagi ke tempat ini. Indahnya hutan – hutan yang membalut bukit –
bukit dan dibelah oleh sungai – sungai menemani tentramnya desa – desa yang
dihuni oleh orang yang ramah – ramah menjadi hal yang selalu aku ingat. Sekitar
jam 10 kami sampai di penyebrangan Sei Hanyu, ternyata semalam terjadi peristiwa
tenggelamnya kapal feri yang ditumpangi oleh sebuah truck poso. Pukul 11 kami
sampai di Kota Kuala Kurun dan menyempatkan waktu untuk keliling kota tersebut.
Akhirnya sekitar pukul 4 sore kami sampa di kota Palangkaraya. Lelah setelah
menikmati perjalanan, setelah makan dan merapikan barang – barang aku langsung
beranjak tidur. Mungkin banyak hal – hal yang tidak aku tulis, namun aku rasa
tulisan ini sudah cukup menceritakan pengalaman yang telah aku alami.
…….Ramah
Kehidupan Kecamatan Permata Intan, Dan Sejuknya Udara Yang Membelai Pemukiman
Desa TumbangLahung, Atau Sungai Yang Menyapa Melintas Di Depan Kekagumanku,
Menyamankan Posisi Diantara Belaian Dingin Angin Di Hulu Sungai Barito, Dan
Pelukan Malam Bersama Bintangnya, Atau Senyum Manis Bunga - Bunga Desa Yang
Kusapa Tadi Pagi, Anggun Dengan Seragam Sekolah Lengkap, Atau Bukit - Bukit
Hijau Yang Berselimut Hutan Itu Menghiasi 3 Hari Aku Di Tempat Ini,
Bersenjatakan Kamera Pelukis Keabadian, Dan Trail, Si Kuda Besi Berwarna Hijau
Itu Aku Arungi Permata Intan, Menghampiri Dusun - Dusun Kecil, Bukit - Bukit
Yang Menjulang, Atau Hutan - Hutan Yang Rimbun, Dan Berbagi Waktu Dengan Alam
Kalimantan Yang Belum Pernah Kutemui Sebelumnya..........Tumbang Lahung, 8
Juni 2012, Muhammad Fachrul Ryannor
0 komentar:
Posting Komentar