PALANGKA RAYA, Kehadiran investor di bidang pertambangan logam mulia PT. Freeport melalui PT. Kalimantan Surya Kencana (KSK) di Kabupaten Gunung Mas
mendapat penolakan dari lembaga sosial masyarakat (LSM) diantaranya Walhi
Kalteng. Walhi menilai, kehadiran perusahaan asal Amerika tersebut sebagai
ancaman. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Arie Rompas
menyebut, masuknya pertambangan tersebut berada di kawasan hulu. Yaitu berada
di tiga Kabupaten, yaitu Katingan, Gunung mas dan Murung Raya yang merupakan
wilayah tangkapan air (cathment area) dan sumber reservior sungai-sungai besar
di Kalimantan Tengah.
Terkait dengan hal tersebut, kami menuntut kepada penyelenggara negara
khususnya pemerintah Indonesia dan Kalteng untuk melindungi hak ekonomi, sosial
dan budaya masyarakat Kalteng dengan memastikan keselamatan rakyat sesuai
dengan mandat konstitusi dasar Negara, kata Arie Rompas kepada Kalteng Pos,
Jumat (25/1) siang. Arie menyebut, dengan masuknya perusahaan yang terlebih
dahulu telah ada di Papua ini sebagai penguasaan investasi asing di Indonesia
khususnya industri ektrakstif telah dimulai. Untuk itu, kata dia Walhi telah
menyampaikan tuntutan terhadap pemerintah, agar pemerintah harus menghentikan
bentuk-bentuk investasi yang mengancam hak-hak masyarat adat dan lingkungan di
Kalteng. Namun, mendorong pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan hak-hak
dasar masyarakat di Kalteng. Caranya dengan mengadopsi kearifan lokal dan
keberlanjutan lingkungan dalam pengelolaan sumberdaya alam untuk kemakmuran
rakyat., kata dia. Selain itu, menolak bentuk penguasaan sumberdaya alam oleh
investasi asing seperti Freeport Mc. Moran, BHP Biliton dan British Petroleum
yang merupakan perusahaan trans nasional. Karena mengancam kedaulatan bangsa
dan hak-hak masyarakat adat dan lingkungan di Kalteng.
Walhi dan beberapa Non Government Organization (NGO) yang konsen terhadap
lingkungan dan hak-hak masyarakat juga sudah menggalang petisi untuk penolakan
terhadap kehadiran PT. Freeport yang diajukan ke Presiden Susilo Bambang
Yudoyono untuk membatalkan eksplorasi mereka di Kalteng, tukas Rio. Hingga saat
ini, tercatat dukungan petisi sudah mencapai 1.012 yang mendukung petisi, yang
digalang di nasional dan international. Pada intinya, Walhi tentang masuknya
Freeport di Kalimantan, karena akan menghancurkan lingkungan dan sumber-sumber
kenghidupan rakyat, ujarnya. Untuk diketahui, sejak 1967 Freeport masuk dan
dinilai telah mencengkram kekayaan alam Indonesia khususnya di tanah Papua,
namun sampai 45 tahun rakyat Papua tidak mendapatkan kesejahteraan bahkan hanya
memunculkan konflik, bencana lingkungan, kemiskinan dan penderitaan. Oleh
karena itu sangat patut untuk dipikirkan ulang agar Freeport dan perusahaan
industry extraktif skala raksasa lainnya yang masuk ke Kalteng untuk ditolak
oleh pemerintah, tegasnya. Selama ini, menurutnya orientasi kebijakan
pemerintah yang pro pasar dan investasi adalah ancaman utama terhadap
sumber-sumber penghidupan rakyat di Kalteng. Dikatakannya, sumberdaya alam
tersebut pengelolaannya di berikan untuk investasi yang monopolistik dan tidak
menghargai kearifan lokal dan peran masyarakat serta keberlanjutan lingkungan.
Sehingga justru memunculkan penggusuran terhadap hak-hak masyarakat adat
atau lokal, kerusakan lingkungan serta bencana ekologi yang berujung pada ancaman
atas keselamatan rakyat, kata dia. Salah satu yang menjadi ancaman bagi
Kalteng, kata dia adalah masuknya perusahaan trans nasional yang memiliki
jaringan bisnis skala internasional yang berinteraksi dengan imprealisme dan
merupakan perusahaan dengan catatan atas pelanggaran hak asasi manusia dan
perusakan lingkungan di berbagai wilayah ditempat mereka melakukan aktivitas
terutama PT. Freeport Mc. Moran. (usy/tur)
0 komentar:
Posting Komentar